Jual Aspergillus niger
Telp. 087875885444
Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup dan
berkualitas adalah merupakan salah satu aspek yang menentukan kesuksesan dalam
usaha budidaya hewan ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing) adalah. Agar
hewan ternak produktifitasnya tinggi maka pakan yang diberikan harus bergizi
dan cukup, serta harganya juga terjangkau. Masing-masing lokasi atau daerah
memiliki potensi ketersediaan pakan yang berbeda-beda. Pakan ternak ruminansia
terdiri dari pakan hijauan dan konsentrat. Ketersediaan pakan ternak seringkali
fluktuatif baik jumlah maupun harga. Oleh karena itu, para peternak harus bisa
memanfaatkan potensi SDA yang ada sekitar lokasi kandang sebagai pakan
alternatif. Pakan alternatif tersedia dalam jumlah melimpah dengan harga yang
murah, sehingga lebih efesien karena dapat menekan biaya produksi. Pakan ternak
alternatif dapat dengan memanfaatkan dan mengembangkan limbah hasil pertanian
dan perkebunan yang memiliki kandungan nutrisi tinggi antara lain; jerami padi,
jerami jagung, limbah sayuran, limbah kelapa sawit, limbah tebu dan limbah
kakao. Jagung dan dedak (padi) adalah salah contoh bahan baku yang tersedia
cukup memadai tetapi belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak.
Limbah hasil pertanian dan perkebunan cukup tersedia di Indonesia, namun
potensinya belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Pemanfaatan
limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak baru mencapai 30-40% dari potensi
yang tersedia saat ini.
Permasalahan yang dihadapi dalam menggunakan pakan
limbah pertanian dan perkebunan terdiri dari faktor pengetahuan peternak,
kualitas pakan limbah pertanian dan perkebunan dan faktor lingkungan (cemaran).
Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan dukungan teknologi dan sosialisasi
tentang pemanfaatan limbah hasil pertanian sebagai pakan ternak secara
berkesinambungan.
Mutu pakan limbah hasil pertanian dan perkebunan
dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya melalui pengolahan (pretreatment)
limbah hasil pertanian, suplementasi pakan dan pemilihan limbah pertanian/perkebunan.
Pengolahan limbah hasil pertanian dilakukan dengan metoda fisik, kimia,
biologis maupun kombinasinya. Bahan suplementasi diantaranya adalah leguminosa,
kacang-kacangan maupun sisa pengolahan industri pertanian. Seleksi jenis limbah
tanaman perlu pula dilakukan untuk mengurangi efek samping terhadap kesehatan
ternak dan keamanan produknya. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih
dahulu mutu nutrisi pakan limbah pertanian/perkebunan, kandungan toksin
dan/atau antinutrisi di dalam tanaman dan cemaran berbahaya pada tanaman.
Limbah hasil pertanian organik merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk
mendapatkan pakan limbah karena mampu mengurangi resiko terjadinya residu bahan
beracun berbahaya pada produk ternak serta mengurangi ancaman terhadap
kesehatan ternak.
Ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku pakan
ternak sapi sering kali menjadi kendala dalam budidaya sapi. Selain penyebarannya
yang tidak merata, pemanfaatan bahan baku pakan ternak masih sangat terbatas. Dalam
budidaya sapi, faktor-faktor yang perlu diketahui oleh peternak adalah tentang ketersediaan
bahan baku pakan lokal, komposisi kimiawi bahan pakan, pengolahan, penyusunan
ransum dan kebutuhan akan dibahas dalam makalah ini.
Beberapa jenis limbah hasil pertanian dan perkebunan
cukup tersedia di berbagai daerah Indonesia, namun potensi limbah tersebut untuk
digunakan sebagai pakan ternak belum dikembangkan secara optimal. Potensi ketersediaan
beberapa limbah pertanian dan perkebunan yang dapat digunakan sebagai pakan
ternak antara lain adalah:
1.
Jerami padi
Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian yang
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ketersediaan jerami
padi cukup melimpah di Indonesia. Namun demikian, pemanfaatan jerami padi sebagai
pakan ternak belum optimal karena rendahnya kandungan protein kasar (3 – 4%) dan
tingginya kandungan serat kasar (32 – 40%) sehingga memiliki tingkat kecernaan yang
rendah yaitu berkisar antara 35 – 37%. Rendahnya nilai gizi dan daya cerna
bahan kering jerami padi maka inovasi teknologi sangat diperlukan untuk meningkatkan
kualitas jerami padi sebagai pakan ternak baik secara kimiawi, fisik dan
biologis. Proses fermentasi jerami padi merupakan salah satu pendekatan secara
biologis untuk meningkatan kualitas pakan jerami padi. Proses ini menggunakan
biostarter untuk mempercepat peningkatan kualitas pakan dan untuk penyimpanan
jangka panjang. Bahan biostarter yang umum digunakan adalah mikroorganisme (bakteri
asam laktat: Lactobacillus sp.) dan jamur (Aspergillus
niger).
Proses fermentasi dilakukan melalui dua tahap yaitu
tahap pengeringan dan penyimpanan. Proses fermentasi dapat dipercepat dengan penambahan
urea untuk disimpan (dibiarkan) selama 21 hari sebelum digunakan sebagai pakan
ternak. Jerami padi yang telah difermentasi memiliki penampilan bewarna coklat
dengan tekstur yang lebih lunak. Kandungan nutrisi yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa fermentasi serta memiliki nilai gizi yang sebanding
dengan rumput gajah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa bahwa kandungan protein
kasar pada jerami padi fermentasi meningkat dari 5,36% menjadi 6,78% yang sekaligus
menurunkan kadar ADF dan NDF masing-masingnya mencapai 63,91% dan 66,03%.
Kandungan protein tersebut ternyata cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi potong.
Untuk memperbaiki daya cerna pakan, energi metabolik dan daya cerna, maka pakan
jerami padi fermentasi dapat ditambahkan beberapa bahan kimia seperti urea. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa proses fermentasi dapat menurunkan kandungan
residu pestisida golongan organokhlorin (OC) maupun organofosfat (OP), yang
mana keberadaan residu pestisida dalam pakan dapat membahayakan kesehatan
ternak dan produk ternak yang dihasilkan.
2.
Limbah kelapa sawit
Indonesia memiliki lahan kelapa sawit yang cukup
luas tersebar di Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dll. Bagian-bagian
tanaman dari kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terdiri
dari daun, pelepah, lumpur, bungkil, dan bungkil inti sawit. Proses pengolahan
kelapa sawit menghasilkan limbah bungkil sawit. Bungkil sawit sangat potensial
dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi karena kandungan nutrisinya masih cukup
baik. Pada umumnya produk samping yang diperoleh dari industri kelapa sawit
dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) berasal dari kebun kelapa sawit
(diantaranya pelepah dan daun) dan (2) dari pabrik pengolahan buah kelapa sawit
(seperti bungkil dan lumpur). Limbah hasil pengolahan kelapa sawit juga
mengandung serat kasar yang tinggi, namun kandungan protein kasar lumpur sawit
dan bungkil kelapa sawit secara berurutan yaitu 14,58 % BK dan 16,33 % BK,
sangat potensial untuk digunakan sebagai
bahan bakan ternak ruminansia.
3.
Daun dan pelepah kelapa sawit
Daun dan pelepah kelapa sawit merupakan salah satu
bahan pakan ternak yang memiliki potensi yang cukup tinggi, akan tetapi kedu abahan
pakan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternakan sapi. Produksi
daun/pelepah dapat mencapai 10,5 ton pelepah kering/ha/tahun. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa kandungan protein kasar pada kedua bahan pakan
tersebut masing-masingnya mencapai 15% BK (daun) dan 2 – 4% BK (pelepah). Campuran
kedua bahan pakan tersebut dapat meningkatkan kandungan protein menjadi 4,8%. Kedua
bahan pakan tersebut mengandung lignin yang sangat tinggi dibandingkan dengan
jerami padi yang hanya mengandung 13% BK. Tingginya kadar lignin di dalam pakan
akan mengakibatkan rendahnya palatibilitas, nilai gizi dan daya cerna terhadap pakan.
Nilai nutrisi pelepah sawit dapat ditingkatkan melalui amoniasi, penambahan
molases, perlakuan alkali, pembuatan silase/pelet, perlakuan dengan tekanan uap
yang tinggi dan secara enzimatis. Pemberian pakan daun kelapa sawit kepada sapi
jantan dapat meningkatkan bobot badan sebesar 930 g/ekor/hari.
4.
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit adalah hasil
ikutan dari pengolahan minyak kelapa sawit. Dalam proses pengolahan minyak
kelapa sawit dapat diperoleh rendemen sebesar 4 – 6% lumpur sawit dan 45%
bungkil inti sawit dari tandan buah segar. Setiap hektar tanaman kelapa sawit
dapat menghasilkan 840 – 1246 kg lumpur sawit dan 567 kg bungkil inti sawit. Bungkil
inti sawit telah lama dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk ruminansia dan babi
yang sedang dalam masa pertumbuhan Sebaliknya lumpur sawit belum dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dan
bungkil inti sawit dapat sebagai campuran konsentrat pakan 30-70 %, dan campuran
dengan bungkil inti sawit (70%) sebagai pakan suplemen dan dapat memerikan pertambahan
berat badan kambing jantan sekitar 54 – 62 g/ekor/hari dengan konversi pakan
sebesar 8,1 – 9,4. Kandungan energi yang rendah dan kadar abu yang tinggi menyebabkan
lumpur sawit tidak dapat digunakan secara tunggal tetapi harus dicampur dengan
pakan lain. Untuk mengoptimalkan penggunan limbah pengolahan kelapa sawit yang
berupa lumpur sawit dan bungkil inti sawit perlu memanfaatkan teknologi
fermentasi dengan penambahan biostarter seperti Aspergillus niger.
5.
Jerami jagung
Limbah jagung merupakan salah satu sumber pakan
alternative yang potensial yang banyak dijumpai di Indonesia. Limbah jagung
yang dimanfaatkan sebagai bahan pakan atau pakan ternak masih belum optimal
berkisar 50% dari total limbah yang dihasilkan. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa limbah tanaman jagung belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan
ternak, karena kualitas yang rendah dan mengandung serat kasar yang tinggi
(27,8%).
Untuk
meningkatkan kualitas bahan pakan jerami jagung, dapat dilakukan dengan
fermentasi denga Aspergillus niger atau bakteri asam laktat.
6.
Limbah tebu
Limbah utama dari tanaman tebu yang potensial untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak adalah pucuk tebu/daun, molases, ampas tebu dan empulur (pith).
Dari total produksi tebu dapat dihasil limbah tanaman tebu sebanyak 1,8 juta
ton/tahun. Namun limbah tanaman tebu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai
pakan ternak. Pucuk tebu merupakan limbah tanaman yang sangat potensial untuk
digunakan sebagai pakan ternak. Pemberian pucuk tebu pada sapi perah dan sapi
potong dapat meningkatkan pertambahan produksi susu sebesar 2 kg susu per hari
pada sapi perah dan berat badan sebesar 0,25 kg/hari pada sapi potong.
Bagas adalah limbah hasil penggilingan tebu atau
hasil ekstraksi sirup tebu. Limbah ini umumnya digunakan sebagai bahan bakar dalam
industri gula. Namun, bagas merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah
karena mengandung kadar ligno-selulosa yang tinggi. Intake bagas dapat
ditingkatkan bila dicampur dengan 55% molases dalam ransumnya. Karena bagas
merupakan bahan pembawa yang baik untuk molases, maka ransum ini akan sangat
bermanfaat bila diberikan kepada ternak pada level optimum sekitar 20–30% konsentrasi
ransum.
Molases adalah tetes tebu yang umumnya digunakan
sebagai sumber energi dan untuk meningkatkan palatibilitas pakan basal, meningkatkan
kandungan mineral Ca, P dan S, atau sebagai perekat dalam pembuatan pelet. Molases
dapat memberikan hingga 80% energy metabolisibel untuk sapi potong dan pertambahan
berat badan harian antara 0,7– 0,9/kg/hari pada saat persediaan rumput terbatas.
7.
Limbah tanaman kakao
Tanaman coklat (Theobroma cacao, Linn.) tumbuh
secara baik di daerah tropis, termasuk Indonesia. Kulit buah (pod)
cokelat merupakan limbah utama dari tanaman coklat yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dapat mencapai
75,6% dari total biji kakao. Kulit buah coklat mengandung kadarprotein kasar (6
– 12%) sedikit lebih tinggi dari jerami padi, tetapi hampir setara dengan Kandungan
serat kasar dalam kulit buah coklat memiliki kadar selulosa (27– 31%) dan
hemiselulosa (10–13%) yang lebih rendah daripada jerami padi. Sementara itu, kadar
lignin berkisar antara 12 – 19% lebih tinggi 2 – 3 kalinya dibandingkan dengan jerami
padi (6%). Secara umum tingkat kecernaan kulit buah cokelat lebih rendah dibandingkan
dengan jerami padi. Meskipun limbah tanaman cokelat lainnya seperti kulit biji
dan lumpur kakao mengandung kadar protein kasar dan TDN yang lebih tinggi, namun
produk samping tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak
karena jumlah yang dihasil sangat rendah sekali.
No comments:
Post a Comment