Saturday, August 25, 2018

Meningkatkan Kadar Protein Onggok Singkong Dengan Aspergillus niger Sebagai Pakan Alternatif Hewan Ruminansia Dan Unggas







Agrotekno
Jual Aspergillus niger
Telp. 087875885444

Onggok atau ampas singkong adalah merupakan produk samping dari industri pengolahan singkong seperti tepung tapioka/kanji, dan lain-lain. Di Indonesia, industri tapioka cukup besar yang banyak tersebar di daerah Jawa, Sumetara, Sulawesi, Kalimantan dan lain-lain. Industri Tapioka menghasilkan limbah padatan berupa ampas yang masih memiliki nutrisi cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti sapi, kampibing, unggas, bahkan dapat diolah sebagai campuran industri makanan. Onggok menjadi pakan alternatif yang cukup murah bagi para peternak ruminansia dan unggas. Namun, kandungan protein pada onggok relatif rendah berkisar 2,2 %, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar seratnya. Dengan memanfaatkan bioteknologi menggunakan Aspergillus niger onggok singkong dapat meningkat kandungan proteinnya menjadi kurang lebih 18%.
Aspergillus niger merupakan mikroorganisme jenis fungi yang mampu memfermentasi media memecah bahan menjadi molekul-molekul lebih sederhana. Aspergillus niger merupakan mikroba yang telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri. Aspergillus niger membentuk miselia-miselia berwarna putih, dan menghasilkan spora berwarna hitam. Proses fermentasi berlangsung optimal 4-6 hari.

Proses fermentasi onggok dengan menggunakan Aspergillus niger relatif mudah. Untuk mengolah 100 kg onggok dibutuhkan 100 g kapang Aspergillus niger. Langkah awal yang dilakukan adalah onggok dikukus, setelah tanak, lalu tiriskan dengan menggunakan tampah, atau terpal. Lalu taburi Aspergillus niger dan tutup dengan kain atau kertas Koran. Setelah 4-6 hari, lakukan pemanenan, kemudian bisa langsung dicampurkan konsentrat atau dikeringkan digiling. Untuk membantu proses fermentasi dapat ditambahkan urea atau ZA kurang lebih 2%. Menurut Hartadi et  all, 1980, kandungan protein onggok terfermentasi lebih baik dari jagung, dedak padi atau polard yang masing-masing mengandung protein sekitar 8,5; 12 dan 15%. Kandungan protein onggok terfermentasi setara dengan bungkil kelapa (18%), namun masih lebih rendah dari bungkil kedelai yang kandungan proteinnya antara 42-49%.

Selain onggok, kulit singong juga dapat difermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger untuk meningkatkan kadar proteinnya.  DARMA et al. (1991) menjelaskan teknik fermentasi kulit singkong adalah sebagai berikut; kulit singkong dicuci dengan air bersih untuk dihilangkan kotorannya yang menempel, setelah bersih ditiriskan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC selama 24 jam. Kulit singkong yang telah kering tersebut digiling berbentuk butiran kecil yang bertujuan untuk memperluas permukaan fermentasi. Kemudian dikukus dengan penambahan lebih dahulu air bersih pada kulit singkong giling dengan perbandingan 1,2 : 1. Pengukusan dilakukan selama 30 menit dihitung pada saat uap air mulai keluar dari permukaan atas kulit singkong yang dikukus. Setelah terjadi gelatinisasi dan matang, diangkat lalu didinginkan. Substrat yang telah dingin tadi diberi urea dan garam mineral dengan perbandingan untuk satu kg kulit singkong matang ditambah 31.25 g (NH4)2SO4, 16,7 g urea, 7,19 g NaPO4.2H2O, 2,08 g MgSO4, 0,63 KCl, 0,31 g ferrosulphat, dan 0,28 g CaCl2. Setelah urea dan mineral bercampur merata, lalu diinokulasikanlah spora jamur Aspergillus niger pada substrat sebanyak 1 g dengan konsentrasi spora 1012/g.
 Kemudian substrat yang telah diberi spora tersebut diletakkan pada wadah persegi empat dari plastik yang berlubang terutama pada bagian dasarnya untuk membuang uap air yang terbentuk selama fermentasi. Fermentasi dilakukan pada ruangan bersuhu 32 – 33ºC dengan kelembaban 90% selama 3 – 4 hari dimana miselium dari jamur A. niger telah menyebar merata dan berwarna putih. Setelah selesai proses fermentasi, produk dipotong-potong dan dikeringkan dalam oven yang bersuhu 60ºC selama 48 jam. Produk yang telah kering tadi, lalu digiling sehingga hasil akhirnya berupa tepung.  Hasil proses fermentasi kulit singkong meningkat sampai 28% (bertambah sekitar 23% dibanding kandungan protein kulit singkong yang tidak difermentasi), kandungan serat kasar juga mengalami penurunan dengan proses fermentasi, dimana bila tidak difermentasi kandungan serat kasarnya adalah 21,2% dan setelah difermentasi kandungan serat kasarnya 14,96%. Hasil analisis juga menunjukan bahwa kandungan singkong hasil fermentasi tidak mengandung HCN lagi (0,00%). Artinya produk fermentasi  singkong tidak lagi memiliki zat anti nutrisi yang beracun bagi ternak.

No comments:

Post a Comment