Saturday, August 25, 2018

Prospek Pengembangan PolyLactic Acid (PLA) Sebagai Bioplastik Yang Ramah Lingkungan




Pengertian Polylactic Acid
Kemajuan jaman yang semakin modern, telah mengubah gaya hidup manusia serba instan. Kemajuan di bidang teknologi pangan, telah menghasilkan berbagai jenis makanan dalam kemasan yang siap dipasarkan dengan jangkauan yang luas. Teknologi kemasan sangat berperan besar dalam pengembangan produk pangan dan dunia pemasaran. Berbagai jenis kemasan dalam produk pangan umumnya menggunakan plastik dan kaleng. Kedua jenis kemasan tersebut merupakan bahan sintetis yang tidak terbarukan secara alami, sehingga dapat menyebabkan masalah lingkungan. Permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh bahan sisa industry seringkali menimbulkan berbagai dampak negative bagi masyarakat atau bagi produsen itu sendiri.  Oleh karena itu, para pemerhati lingkungan sudah semakin kritis untuk mencarikan solusi tersebut.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan adanya temuan bahan bioplastik atau plastik organik yang terbuat dari sumber biomassa terbarukan, seperti minyak nabati, pati jagung, pati singkong, pati kacang polong dengan memanfaatkan mikrobia yang menghasilkan asam laktat. Bioplastik pada umumnya bersifat dapat terdegradasi secara alami. Perkembangan kearah plastik komersial memang masih lambat, disebabkan karena harganya mahal dan sifatnya lain dari plastik konvensional. Namun, dewasa ini dengan isu menipisnya cadangan minyak bumi maka bioplastik menjadi kompetitif dibanding plastik lainnya. Saat ini, bioplastik mulai banyak diminati dan mulai dikembangkan lebih intensif.
Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Plastik biodegradable adalah polimer yang dapat berubah menjadi biomassa, H2O, CO2 dan atau CH4 melalui tahapan depolimerisasi dan mineralisasi. Depolimerisasi terjadi karena kerja enzim ekstraseluler (terdiri atas endo dan ekso enzim). Endo enzim memutus ikatan internal pada rantai utama polimer secara acak, dan ekso enzim memutus unit monomer pada rantai utama secara berurutan. Bagian-bagian oligomer yang terbentuk dipindahkan ke dalam sel dan menjadi mineralisasi. Proses mineralisasi membentuk CO2, CH4, N2, air, garam-garam, mineral dan biomassa.
Definisi polimer biodegradable dan hasil akhir yang terbentuk dapat beragam bergantung pada polimer, organisme, dan lingkungan. Polimer biodegradable dikelompokan ke dalam dua kelompok dan empat keluarga berbeda. Kelompok utama adalah: (1) agro-polymer yang terdiri dari polisakarida, protein dan sebagainya; dan (2) biopoliester (biodegradable polyesters) seperti poli asam laktat (PLA), polyhydroxyalkanoate (PHA), aromatik and alifatik kopoliester.Biopolymer yang tergolong agro-polymer adalah produk-produk biomassa yang diperoleh dari bahan-bahan pertanian. seperti polisakarida, protein dan lemak. Biopoliester dibagi lagi berdasarkan sumbernya. Kelompok Polyhydroxy-alkanoate (PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme yang didapatkan dengan cara ekstraksi. Contoh PHA diantaranya Poly(hydroxybutyrate) (PHB) dan Poly(hydroxybutyrate co-hydroxyvalerate) (PHBV). Kelompok lain adalah biopoliester yang diperoleh dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesa secara konvensional monomer-monomer yang diperoleh secara biologi, yang disebut kelompok polilaktida. Contoh polilaktida adalah poli asam laktat. Kelompok terkahir diperoleh dari produk-produk petrokimia yang disintesa secara konvensioonal dari monomer-monomer sintetis. Kelompok ini terdiri dari polycaprolactones (PCL), polyesteramides, aliphatic co-polyesters dan aromatic co-polyesters.
Poli asam laktat (PLA) ditemukan pada tahun 1932 oleh Carothers (DuPont) yang memproduksi PLA dengan berat molekul rendah dengan memanaskan asam laktat pada kondisi vakum. Kemudian, DuPont dan Ethicon memfokuskan pembuatan aplikasi medical grade satures, implan dan kemasan obat. Baru-baru ini, beberapa perusahaan seperti Shimadzu dan Mitsui Tuatsu di Jepang telah memproduksi sejumlah PLA untuk aplikasi plastik. Poli asam laktat atau Poli laktida (PLA) dengan rumus kimia (CH3CHOHCOOH)n adalah sejenis polimer atau plastik yang bersifat biodegradable, thermoplastic dan merupakan poliester alifatik yang terbuat dari bahan-bahan terbarukan seperti pati jagung atau tanaman tebu.
Kelebihan PLA sebagai bioplastik yaitu bersifat biodegradadable, artinya dapat diuraikan secara alami di lingkungan oleh mikroorganisme. Biocompatible, dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat diterima oleh sel atau jaringan biologi. Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan bukan dari minyak bumi. 100% recyclable, melalui hidrolisis asam laktat dapat diperoleh dan digunakan kembali untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan produk lain. Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi PLA. Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air.
PLA sudah banyak digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya dibidang medis, kemasan dan tekstil. Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan sebagai benang jahit pada saat operasi serta bahan pembungkus kapsul. Selain itu pada dasawarsa terakhir PLA juga dikembangkan dalam upaya perbaikan jaringan tubuh manusia. PLA juga telah dikembangkan untuk pembuatan kantong plastik (retail bags), kontainer, bahkan edible film untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk film dan bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga digunakan dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus dan minuman lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan penggunaan lain dari jenis plastik ini.Selain itu dibidang tekstil PLA juga telah diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas. Di Jepang, PLA bahkan sudah dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan compact disc .
Proses produksi PLA terdiri dari beberapa langkah, dimulai dari produksi asam laktat sampai pada tahap polimerisasi. Poli asam laktat dapat diprodukksi melalui tiga metode, yaitu: (1) Polikondensasi langsung (direct condensation-polymerization) asam laktat yang menghasilkan PLA dengan berat molekul rendah dan rapuh sehingga sebagian besarnya tidak dapat digunakan kecuali jika ditambahkan chain coupling agentuntuk meningkatkan panjang rantai polimer; (2) Kondensasi dehidrasi azeotropik (Azeotropic dehydration condensation) asam laktat dengan menggunakan pelarut azeotropik, yang dapat menghasilkan PLA dengan berat molekul mencapai 15.400 dan rendemen sebesar 89% dan (3) polimerisasi pembukaan cincin (ring opening polymerization, ROP), yang dilakukan melalui tiga tahapan yaitu polikondensasi asam laktat, depolimerisasi sehingga membentuk dimer siklik (lactide) dan dilanjutkan dengan polimerisasi pembukaan cincin, sehingga diperoleh PLA dengan berat molekul tinggi. Polimerisasi pembukaan cincin menghasilkan PLA dengan berat molekul 2×104 hingga 6.8×105.
Produksi Asam Laktat
Langkah pertama dalam sintesa PLA adalah produksi asam laktat. Asam laktat (IUPAC: 2-hydroxypropanoic acid) yang biasa disebut sebagai asam susu adalah salah bahan kimia yang berperan penting dalam industri biokimia. Asam laktat pertama kali berhasil diisolasi oleh ahli kimia Swedia, Carl Wilhelm Scheele pada tahun 1780. Asam laktat mempunyai rumus kimia C3H6O3, termasuk keluarga asam hidroksi propionat dengan rumus molekul CH3CHOHCOOH. Asam laktat dalam larutan akan kehilangan satu proton dari gugus asam dan menghasilkan ion laktat CH3CH(OH)COO-. Asam laktat larut dalam air dan etanol serta bersifat higroskopik (http://en.wikipedia.org/wiki/Lactic_acid).
Asam laktat adalah cairan pekat tak berwarna, tak berbau, larut di dalam air dalam berbagai perbandingan, alkohol dan eter tetapi tidak larut dalam kloroform. Senyawa ini termasuk asam lemah dengan daya penguapan yang rendah. Asam ini memiliki sebuah atom asimetri. Di alam terdapat dalam bentuk D-, L- dan DL-. Asam laktat dapat dihasilkan melalui proses fermentasi atau secara sintesis kimiawi. Reaksi dasar proses kimiawi adalah mengubah laktonitril (asetaldehid sianohidrin) menjadi asam laktat. Beberapa metode kimia yang memungkinkan sintesis asam laktat adalah degradasi gula dengan alkali seperti kapur atau NaOH, interaksi asetaldehid dan karbonmonoksida pada suhu dan tekanan yang dinaikkan, dan hidrolisa dari asam α-kloropropionat.
Metoda yang paling banyak digunakan oleh industri untuk menghasilkan asam laktat adalah dengan teknik fermentasi. Menurut Hofvendahl dan Hahn–Hägerdal (2000), dari 80.000 ton dari asam laktat yang dihasilkan di seluruh dunia setiap tahun sekitar 90% dibuat dengan cara fermentasi bakteri asam laktat dan sisanya dihasilkan melalui sintesis kimia yaitu hidrolisis laktonitril. Salah satu keunggulan metode fermentasi adalah asam laktat yang dihasilkan bisa diatur hanya terdiri dari satu enantiomer berdasarkan bakteri yang digunakan (Hofvendahl dan Hahn–Hägerdal, 2000). Proses fermentasi dapat digolongkan berdasarkan jenis bakteri yang digunakan; (1) metoda heterofermentatif, menghasilkan kurang dari 1.8 mol asam laktat per mol heksosa dengan hasil fermentasi lainnya dengan jumlah yang signifikan diantaranya asam asetat, etanol, gliserol, manitol dan karbondioksida; (2) metoda homofermantatif yang hanya menghasilkan asam laktat, atau menghasilkan produk samping dengan jumlah yang sangat kecil. Metoda homofermentatif ini banyak digunakan di industri, dengan konversi yield glukosa menjadi asam laktat lebih dari 90% (Hofvendahl dan Hahn–Hägerdal, 2000).
Langkah selanjutnya dari sintesa PLA adalah polimerisasi asam laktat. Polimerisasi asam laktat sendiri terdiri dari tiga mtode, yaitu:
a. Polimerisasi PLA dengan metode Polikondensasi Langsung
Polimerisasi kondensasi adalah metoda paling murah untuk menghasilkan PLA, namun sangat sulit untuk mendapatkan PLA dengan berat molekul yang tinggi (Averous, 2008). Polikondensasi langsung (konvensional) ini dimungkinkan, menurut Hasibuan (2006), karena adanya gugus hidroksil dan karboksil pada asam laktat. Namun, reaksi polikondensasi konvensional asam laktat ini tidak cukup dapat meningkatkan bobot molekulnya dan pada metode ini dibutuhkan waktu yang sangat lama karena sulitnya untuk mengeluarkan air dari produk yang memadat, sehingga produk air yang dihasilkan justru akan menghidrolisis polimer yang terbentuk. Reaksi polikondensasi konvensional hanya mampu menghasilkan PLA denggan bobot kurang dari 1,6×104 (Hyon et al, 1998 dalam Hasibuan, 2006) yang cirinya seperti kaca yang getas (britle). Pada perkembangannya, polikondensasi langsung ini selalu melibatkan pengurangan kadar air hasil kondensasi dengan menggunakan pelarut pada tekanan vakum dan temperatur tinggi.
Berat molekul dapat ditingkatkan dengan penggunaan coupling atau esterification-promoting agentsyang berfungsi memperpanjang ikatan kimia, namun biaya produksi meningkat karena proses yang cukup rumit dan panjang (multistep process). Chain-extending agents berfungsi untuk mereaksikan gugus hidroksil (OH) atau karboksil yang berada di ujung molekul PLA sehingga membentuk polimer telechelic.Penggunaan agen ini memberikan beberapa keuntungan karena reaksi hanya melibatkan sedikit agen dan bisa diselesaikan tanpa perlu dipisahkan dengan proses yang lain. Kemampuan untuk mengembangkan desain kopolimer dengan gugus fungsi yang beraneka macam juga bisa diperluas. Kelemahannya adalah polimer mungkin masih mengandung chain-extending agents yang tidak bereaksi, oligomer dan sisa-sisa pengotor logam yang berasal dari katalis. Beberapa chain-extending agents juga dapat mengurangi sifat biodegradabilitas polimer. Beberapa agen yang digunakan diantaranya anhydride, epoxide and isocyanate. Produk-produk seperti ini digunakan untuk pengembangan PLA yang cocok untuk bahan dasar pencampuran (PLA-based blends). Kelemahan penggunaan isosianat sebagai chain extenders adalah sifatnya yang beracun (eco-toxicity). Keuntunggan penggunaan esterification-promoting adjuvents adalah produk akhir dengan kemurnian yang tinggi dan bebas dari sisa-sisa katalis dan/atau oligomer. Kekurangannya adalah biaya yang tinggi sehubungan dengan banyaknya tahap yang dilibatkan dan pemurnian tambahan dari residu dan produk samping, karena produk samping yang dihasilkan harus dinetralkan atau bahkan dihilangkan.
b. Polimerisasi PLA dengan metode Polikondensasi Azeotropik
Reaksi polikondensasi azeotropik merupakan modifikasi dari reaksi polikondensasi konvensional yang dapat menghasilkan bobot molekul yang lebih tinggi (Ajioka et al, 1998 dalam Hasibuan, 2006), dan tidak menggunakan chain-extenders atau adjuvents dan beberapa kelemahannya (Averous, 2008). Mitsui Chemical (Jepang) telah mengkomersialkan proses ini dimana asam laktat dan katalis di-dehidrasi secara azeotropik dalam sebuah refluxing, pemanasan dengan temperatur tinggi, pelarut aprotic pada tekanan rendah untuk menghasilkan PLA dengan berat molekul mencapai ≥ 300.000.
Reaksi polikondensasi azeotropik menggunakan pelarut seperti difenil eter, xilena, bifenil dan klorobenzena untuk memudahkan pemisahan air dari produk pada atmosfer normal atau tekanan rendah. Reaksi ini juga dapat menggunakan berbagai jenis katalis seperti asam protonat, logam, oksida logam, logam halida dan garam asam organik dari logam. Logam memiliki orbital p dan d yang bebas dan dapat menginisiasi terbentuknya kompleks koordinasi. Salah satu logam yang yang dapat digunakan sebagai katalis reaksi polikondensasi azeotropik adalah logam timah. Logam timah memiliki toksisitas yang rendah, merupakan katalis yang direkomendasikan FDA dan dapat dipisahkan dari polimer setelah polimerisasi. Fungsinya adalah untuk mempercepat reaksi pembentukan PLA. Polikondensasi azeotropik dalam larutan dapat mencegah terjadinya reaksi pesaing, yaitu pembentukan laktida dan reaksi degradasi PLA yang terbentuk (Hasibuan, 2006). Optimasi reaksi polimerisasi asam laktat dengan metode polikondensasi azeotropik dicapai pada lama polimerisasi 30 jam dan konsentrasi katalis logam timah 0.5%. Namun, untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang lebih besar perlu dikembangkan proses polimerisasi dengan pelarut yang memiliki titik didih yang lebih tinggi dari xilena, seperti pelarut difenil eter dan o-klorotoluen.
c. Polimerisasi PLA dengan metode Ring Opening Polymerization
Ring opening polymerization (ROP, reaksi polimerisasi pembukaan cincin) merupakan metoda yang lebih baik untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi, dan sekarang telah diadaptasi untuk proses komersial seiring dengan kemajuan teknologi fermentasi dekstrosa jagung. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Carothers pada tahun 1932, namun belum bisa menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi sampai teknik pemurnian asam laktat membaik, seperti yang dikembangkan oleh DuPont pada tahun 1954. Mekanisme-mekanisme ROP bisa berupa reaksi ionik (anionik atau kationik) atau coordination–insertion, bergantung kepada sistem katalisnya. Secara umum, proses ROP pada produksi PLA dimulai dari polimerisasi kondensasi asam laktat untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul rendah (prepolimer), dilanjutkan dengan depolimerisasi untuk menghasilkan dimer laktida yang berbentuk molekul siklik. Laktida kemudian dengan bantuan katalis dipolimerisasi ROP untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi.
d.Aplikasi PLA Sebagai Pengganti Plastik Konvensional
Poli asam laktat bersifat termoplastik, memiliki kekuatan tarik dan modulus polimer yang tinggi, bobot molekul dapat mencapai 100.000 hingga 500.000, dan titik leleh antara 175-200ºC (Oota, 1997 dalam Hartoto et al, 2005 dan physical properties PLA). Pada umumnya PLA dipergunakan untuk menggantikan bahan yang transparan dengan densitas dan harga tinggi. Bahan plastik yang digantikan dari jenis PET (1.4 g/cc, 1.4 usd/kg), PVC lentur (1.3 g/cc, 1 usd/kg) dan selofan film. Dibanding PP (0.9 g/cc, 0.7 usd/kg) dan HIPS (1.05 g/cc, 1 usd/kg), PLA dapat dikatakan kurang menguntungkan, namun mempunyai kelebihan lain yaitu ramah lingkungan. PP dan HIPS berasal dari minyak bumi dan jika dibakar akan menimbulkan efek pemanasan gobal.
Kelebihan PLA pada jenis BOPLA (bioriented PLA atau bentuk stretch dua arah) dimana twist dan deadfold mirip seperti selofan dan PVC, karena itu BOPLA dipergunakan juga untuk film yang tipis untuk pembungkus permen. BOPLA mempunyai barier yang bagus untuk menahan aroma, bau, molekul solven dan lemak sebanding dengan PET atau nilon 6. Sebagai bahan polar PLA mempunyaii tegangan 38 dynes/cm2 sehingga mudah untuk di-print dengan berbagai tinta tanpa proses ‘flame dan corona‘ seperti halnya BOPP atau film yang lain. PLA merupakan peyekat yang bagus dengan suhu gelas atau Tg 55-65 deg, inisiasi sealing bisa dimulai pada suhu 80 deg sama dengan sealant dari 18% EVA. Gabungan antara kemudahan untuk di-seal dan tingginya barier untuk aroma dan bau maka PLA dapat digunakan sebagai lapisan paling dalam untuk pengemas makanan.
Kekurangan PLA adalah densitas lebih tinggi (1.25 g/cc) disbanding PP dan PS dan mempunyai polaritas lebih tinggi sehingga sulit direkatkan dengan PE dan PP yang non polar dalam system film multi lapis. PP mempunyai densitas 0.9 g/cc, denga harga 0.7 usd per kg dan HIPS mempunyai densitas 1.05 g/cc dan harga 1 usd per kg. PLA juga mempunyai ketahanan panas, moisture dan gas barier kurang bagus dibanding dengan PET. Hal lain yang paling penting adalah harganya yang masih tinggi yaitu 2.6 usd per kg. usaha untuk menurunkan harga teruus dilakukan oleh Cargill Dow hingga 2 usd per kg supaya kompetitif. Sifat barier terhadap uap air, oksigen dan CO2 lebih rendah disbanding PET, PP atau PVC. Perbaikan sifat barier dapat dilakukan dengan system laminasi dengan jenis film lain seperti PE, PVOH, Alufoil, Nanopartikel dan lainnya.

No comments:

Post a Comment