Jual Probiotik Untuk Peternakan Unggas Dan Ruminansia
Telp.087875885444
Biosekuriti adalah merupakan praktik manajemen yang bertujuan mengurangi
potensi transmisi perkembangan organisme patogen (virus, bakteri,
fungi) yang menyerang hewan dan manusia. Biosekuriti terdiri dari dua
elemen penting yaitu bio-kontaimen dan bio-ekslusi. Bio-kontaimen adalah
pencegahan terhadap datangnya virus terinfeksi dan bio ekslusi adalah
menjaga supaya virus yang ada tidak keluar atau menyebar (WHO 2008b).
Biosekuriti peternakan unggas adalah suatu konsep yang merupakan bagian
integral dari suksesnya sistem produksi suatu peternakan unggas,
khususnya ayam petelur dalam mengurangi risiko dan konsekuensi dari
masuknya penyakit infeksius terhadap unggas maupun manusia (Payne 2000).
Biosekuriti adalah suatu sistem untuk mencegah penyakit baik klinis
maupun subklinis, termasuk penyakit-penyakit zoonosa, yang merupakan
sistem untuk mengoptimalkan produksi unggas secara keseluruhan dan
bagian dari kesejahteraan hewan. Menurut Shulaw dan Bowman (2001),
biosekuriti adalah semua praktek-praktek manajemen yang diberlakukan
untuk mencegah organism penyebab penyakit ayam dan zoonosis yang masuk
dan keluar peternakan.
Tujuan utama dari penerapan biosekuriti adalah; meminimalkan keberadaan
penyebab penyakit, meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk
semang membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit
seminimal mungkin ( Zainuddin dan Wibawan, 2007). Menurut Dirjen
Peternakan (2005) tujuan dari biosekuriti adalah mencegah semua
kemungkinan penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran
penyakit. Penerapan biosekuriti pada seluruh sektor peternakan, baik di
industri perunggasan atau peternakan lainnya akan mengurangi risiko
penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam sektor
tersebut. Meskipun biosekuriti bukan satu – satunya upaya pencegahan
terhadap serangan penyakit, namun biosekuriti merupakan garis pertahanan
pertama terhadap penyakit (Cardona, 2005). Biosekuriti sangat penting
untuk mengendalikan dan mencegah berbagai penyakit yang mematikan.
Biosekuriti dapat digambarkan sebagai satu set program kerja dan
prosedur yang akan mencegah atau membatasi hidup dan menyebarkanhamadan
jasad renik berbahaya diberbagai tempat seperti peternakan tempat
penampungan hewan dan rumah potong hewan.
Program biosekuriti meliputi pengendalian pergerakan hewan, peralatan,
orang – orang dan sarana pengangkutan dari luar dan ke farm yang satu ke
farm yang lain. Pemisahan jenis unggas, burung liar, binatang pengerat
dan binatang yang diasingkan secara geografis untuk memperkecil
penyebaran penyakit. Vaksinasi untuk meningkatkan sistem imunitas.
Pemeriksaan prosedur untuk mengurangi infeksi /peradangan jasad renik
berbahaya dan pengobatan untuk mencegah atau perlakuan hasil bakteri
atau protozoa penyakit. Pengendalian serangga yang dapat menyebabkan
penyakit. Penerapan disinfeksi dan prosedur yang higienis untuk
mengurangi tingkat infeksi membasmi mikroorganisme berbahaya dan
pengobatan untuk mencegah dan mengobati penyakit bakteri dan protozoa
(Grimes danJackson, 2001). Biosekuriti pada peternakan dapat dilakukan
dengan; lokasi peternakan berpagar dengan satu pintu masuk, rumah tempat
tinggal, kandang unggas serta kandang hewan lainnya ditata pada lokasi
terpisah, pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk material
(hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran unggas, alas kandang,
litter, rak telur) yang dapat membawa agen penyakit, pembatasan secara
ketat keluar masuk orang/tamu/pekerja dan kendaraan dari atau ke lokasi
peternakan, setiap orang yang masuk atau keluar peternakan harus mencuci
tangan dengan sabun atau desinfektan, mencegah keluar masuknya tikus
(rodensia), serangga atau unggas lain seperti burung liar yang dapat
berperan sebagai vektor penyakit ke lokasi peternakan, unggas
dipisahkan berdasarkan spesiesnya, kandang, tempat pakan/minum,
sisa alas kandang/litter dan kotoran kandang dibersihkan secar teratur,
tidak membawa unggas sakit atau bangkai unggas keluar dari area
peternakan, unggas yang mati harus dibakar atau dikubur, kotoran unggas
diolah terlebih dahulu sebelum keluar dari area peternakan, air kotor
hasil sisa pencucian langsung dialirkan keluar kandang secara terpisah
melalui saluran limbah ke tempat penampungan limbah (septik tank)
sehingga tidak tergenang di sekitar kandang atau jalan masuk kandang.
Menurut Jeffrey (1997), penerapan biosekuriti pada peternakan petelur
dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu (1) isolasi, (2) pengendalian
lalu lintas, dan (3) sanitasi.
1. Isolasi
Isolasi mengandung pengertian penempatan atau pemeliharaan hewan di
dalam lingkungan yang terkendali. Pengandangan atau pemagaran kandang
akan menjaga dan melindungi unggas serta menjaga masuknya hewan lain ke
dalam kandang. Isolasi ini diterapkan juga dengan memisahkan ayam
berdasarkan kelompok umur. Selanjutnya, penerapan manajemen
all-in/all-out pada peternakan besar mempraktekan depopulasi secara
berkesinambungan, serta memberi kesempatan pelaksanaan pembersihan dan
disinfeksi seluruh kandang dan peralatan untuk memutus siklus penyakit
(Jeffrey 1997).
2. Pengendalian lalu lintas
Pengendalian lalu lintas ini diterapkan terhadap lalu lintas ke
peternakan dan lalu lintas di dalam peternakan. Pengendalian lalu lintas
ini diterapkan pada manusia, peralatan, barang, dan bahan. Pengendalian
ini data berupa penyediaan fasilitas kolam dipping dan spraying pada
pintu masuk untuk kendaraan , penyemprotan desinfektan terhadap
peralatan dan kandang, sopir, penjual, dan petugas lainnya dengan
mengganti pakaian ganti dengan yang pakaian khusus. Pemerikasaan
kesehatan hewan yang datang serta adanya Surat Keterangan Kesehatan
Hewan (SKKH). (Jeffrey 1997).
3. Sanitasi
Sanitasi ini meliputi praktek disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan
yang masuk ke dalam peternakan, serta kebersihan pegawai di peternakan
(Jeffrey 1997). Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara
teratur terhadap bahan – bahan dan peralatan yang masuk ke dalam
peternakan. Pengertian disinfeksi adalah upaya yang dilakukan untuk
membebaskan media pembawa dari mikroorganisme secara fisik atau kimia,
antara lain seperti pembersihan disinfektan, alkohol, NaOH, dan
lain-lain (Anonymous, 2000).
Sanitasi peternakan meliputi kebersihan sampah, feses dan air yang
digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya harus
memenuhi persyaratan air bersih (Depkes, 2001). Jika digunakan air
tanah atau dari . Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah
dengan menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut
memenuhi syarat air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium secara berkala, minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna
untuk mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air. Air
merupakan media pembersih selama proses sanitasi serta merupakan
bahanbakupada proses pengolahan pangan (Depkes, 2001). Air juga dapat
sebagai sumber pencemar. Jika air tercemar, perlu dicari alternatif
sumber air lain atau air tersebut harus diolah dengan metode kimia atau
metode lainnya. Sumber pencemar lain adalah udara di sekitarnya
(Marriott, 1999).
Pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme pada udara selama proses,
pengemasan, penyimpanan dan penyiapan. Cara yang efektif untuk
mengurangi pencemaran mikroorganisme dari udara antara lain praktek
higiene, penyaringan udara yang masuk ke ruang proses, dan penerapan
metode pengemasan yang baik (Marriott, 1999).
Intensitas pengambilan sampah dan limbah peternakan (kotoran ayam)
dilakukan pada periode tertentu secara teratur, karena dapat mengundang
lalat atau insekta lain serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber
pencemaran di peternakan (Jeffrey, 1997).
Praktek Disinfeksi
Menurut Gernat (2004), disinfeksi merupakan hal yang sangat
penting menjaga biosekuriti di area peternakan. Disinfeksi pada
peternakan ditunjang adanya fasilitas disinfektan, seperti kolam dipping
dan spraying. Kolam dipping digunakan untuk merendam sepatu bot ataupun
roda kendaraan yang akan masuk ke dalam peternakan. Tempat spraying
digunakan untuk mendisinfeksi tubuh dari orang yang akan masuk ke dalam
wilayah peternakan. Semua peralatan yang berasal dari luar peternakan
hendaknya diisolasikan terlebih dahulu dalam ruangan yang tertutup
sempurna selama dua hari. Dalam ruangan ini, benda-benda tersebut
difumigasi. Setelah dilakukan fumigasi, kemudian diuji terhadap
kontaminan oleh seorang staf ahli (EF, 2003).
Penggunaan disinfektan harus memperhatikan kandungan disinfektan
tersebut sehingga disinfektan tidak salah penggunaannya dan sesuai
dengan syarat disinfektan yang baik, yaitu aman, efektif dan efisien
(Smith, 2001). Klasifikasi disinfektan dan disinfektan yang sering
digunakan.
Biosekuriti Sumber Ayam
Ayam hidup yang akan masuk ke dalam peternakan berpotensi
membawa agen penyakit. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan terhadap sumber ayam yang akan masuk ke dalam wilayah
peternakan, yaitu: 1) Ayam yang datang berasal dari peternakan atau
peternakan bibit yang bebas penyakit. Ayam yang boleh masuk ke area
kandang adalah yang telah diperiksa oleh dokter hewan dan hasilnya harus
negatif dari keberadaan agenagen patogen dalam unggas tersebut (Shulaw
dan Bowman 2001), 2) Ayam yang datang harus disertai Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH) yang dikeluarkan oleh Dinas yang membawahi
Kesehatan Hewan dan ditandatangani oleh dokter hewan yang terkait
(Anonymous 1977), 3) Ayam yang akan masuk ke area peternakan diisolasi
terlebih dahulu dalam ruang tertutup sempurna agar tidak ada agen-agen
penyakit yang dapat keluar atau masuk ke area isolasi (Shulaw dan Bowman
2001).
Biosekuriti terhadap Hewan Penggangu
Beberapa hewan yang potensial sebagai hewan penganggu adalah
unggas/burung liar, tikus, dan insekta (Hanson 2002). Hal yang harus
diperhatikan oleh pemilik ataupun pekerja peternakan (EF 2003), yaitu:
1) Tidak diperbolehkan mempunyai/merawat unggas lain, babi, dan segala
hewan yang bisa menimbulkan risiko penyakit atau bahaya terhadap ayam
(tikus dan unggas liar merupakan vektor yang potensial), 2) Melakukan
pencegahan khusus setelah kontak dengan hewan lain sebelum masuk atau
kontak dengan unggas. Pada penerapan sistem hazard analysis critical
control point (HACCP) di peternakan ayam, salah satu titik kendali
kritis (critical control point/CCP) adalah adanya pemantauan harian
terhadap burung liar dan rodensia di sekitar area kandang ayam. Dalam
program dan prosedur biosekuriti dilakukan pemisahan unggas terhadap
jenis unggas lain, spesies bukan unggas, termasuk burung liar, rodensia,
dan hewan-hewan lainnya (Grimes 2001). Menurut Kuney (1999), pakan bisa
menjadi sumber datangnya bangsa rodensia dan unggas liar. Oleh karena
itu, tikus dan unggas liar dicegah agar tidak menjangkau pakan.
Pada dasarnya tidak semua yang disebutkan tadi berbahaya karena juga
tergantung spesies hewan tersebut, penyakit yang dibawanya, dan
resistensi ayam ternak terhadap penyakit yang dibawa hewan-hewan liar
tersebut. Namun, karena ketidakmungkinan setiap hewan yang masuk
diperiksa satu per satu, lebih baik dicegah sedini mungkin agar
hewan-hewan tersebut tidak memasuki wilayah peternakan (Soeroso,
komunikasi pribadi, 14 Juli 2007). Jadi, sebisa mungkin meminimalisasi
paparan mikroorganisme berbahaya terhadap ayam (Kuney 1999).
Biosekuriti Peti Telur
Peti telur yang berasal dari luar peternakan sangat tidak
boleh masuk ke dalam area peternakan. Hal ini bertujuan untuk mencegah
agen-agen pathogen ataupun yang berbahaya mengkontaminasi area dalam
peternakan. Peti telur bekas yang terbuat dari kayu dapat membawa
mikroba dari peternakan lain sehingga mampu menulari ayam yang berada
dalam peternakan. Bahan kayu sangat sukar untuk didisinfeksi dan
sebaiknya tidak digunakan untuk peralatan dalam peternakan, termasuk
peti telur (Marriott 1999).
Biosekuriti Tamu dan Pekerja Peternakan
Penerapan biosekuriti dalam pengawasan lalu lintas manusia
(EF 2003) meliputi: 1) karyawan atau orang yang terlibat di bisnis
peternakan pembibitan ayam tidak diperbolehkan memelihara burung atau
ayam di rumahnya. Begitu pula untuk peternakan komersial, 2) Orang yang
akan masuk kedalam peternakan, sebelumnya tidak mengunjungi peternakan
pada tingkat di bawahnya (peternakan komersial, processing dan
lain-lain) yang status higienenya tidak diketahui, minimum dua hari
setelah kunjungan tersebut, 3) tamu sebaiknya tidak mengunjungi
peternakan bibit tetua (grand parent), kecuali profesional (ahli) yang
berhubungan dengan peternakan bibit tetua (grand parent) tersebut.Aspek
sanitasi ini berkaitan erat dengan penerapan higiene. Yang harus
diperhatikan adalah menjaga agar jangan ada kontaminan yang masih
menempel pada tubuh sehingga dapat menulari ayam di kandang. Hal ini
dapat diterapkan dengan mencuci tangan, mengganti baju yang kotor,
melakukan dipping sepatu bot dan spraying seluruh anggota badan
(Stanton, 2004).
Orang yang memasuki lokasi peternakan diharuskan mengikuti persyaratan
sanitasi peternakan, yaitu disinfeksi dengan spray, mandi, mengganti
baju, dan alas kaki khusus. Hal ini berlaku juga untuk sanitasi bagi
barang (disinfeksi dengan cairan disinfektan).
Biosekuriti Ayam Sakit/Mati
Ayam yang sakit/mati dapat menjadi sumber penyakit berbahaya
bagi ayam sehat yang berdekatan. Oleh karena itu, ayam yang sakit/mati
harus segera dikeluarkan dan dipisahkan sejauh mungkin dari kandang ayam
sehat sehingga tidak menulari ayam yang sehat. Ayam yang sakit/mati
segera diisolasikan dan didiagnosa di laboratorium oleh dokter hewan
peternakan untuk segera diketahui penyakitnya. Setelah itu, ayam
tersebut harus segera dibakar di krematorium (Hanson 2002).
Higiene Peternakan Telur
Higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah
kesehatan serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk
memperbaiki kesehatan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan (Anonymous 2004). Pengertian higiene pangan adalah semua kondisi
dan tindakan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua
tahap dalam rantai makanan (CAC 1997). Keamanan pangan (food safety)
adalah jaminan agar bahan makanan tidak membahayakan konsumen pada saat
disiapkan dan/atau dimakan menurut kebutuhannya (CAC 1997). Sedangkan,
menurut pemerintah, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia (Anonymous 1996). Kelayakan Pangan (food suitability)
adalah jaminan agar bahan makanan dapat diterima untuk konsumsi manusia
menurut kebutuhannya (CAC 1997).Dalam suatu peternakan, praktek higiene
yang baik wajib diterapkan pada penanganan telur, karena telur termasuk
pangan yang berpotensi membawa agenagen patogen (misalnya Salmonella
Enteritidis) dan termasuk pangan yang mudah rusak (PCFS 1999).
Biosekuriti Bangunan
Bangunan yang didirikan dalam suatu area peternakan
hendaknya menggunakan bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan
didisinfeksi, serta tahan terhadap tumbuhnya kapang (Marriott 1999).
Begitu juga untuk disain bangunan dalam suatu peternakan, harus
memperhatikan kegunaan dari bangunan tersebut (Hanson 2002). Gudang
pakan harus memperhatikan suhu dan kelembaban, serta aliran udara yang
baik, sehingga menghindari tumbuhnya kapang. Jika untuk gudang telur,
diperhatikan kelembabannya tidak lebih dari 80% dengan suhu 12- 15°C
(Sudaryani 1996).
Biosekuriti Fasilitas
Fasilitas yang direncanakan secara baik dengan tataletak
(layout) tepat sangat penting untuk kelancaran operasional di unit usaha
pangan. Tataletak, disain, dan fasilitas secara langsung mempengaruhi
(1) keselamatan dan produktivitas pekerja, (2) biaya pekerja dan energi,
(3) kepuasan pelanggan. Semakin baik fasilitas unit usaha direncanakan,
maka semakin mudah pencapaian keamanan pangan dan perolehan keuntungan
(McSwane et al. 2000). Fasilitas dalam area peternakan harus menunjang
penerapan higiene di peternakan tersebut. Area kandang sebaiknya
ditanami rumput dengan kualitas bagus. Rumput ini berguna untuk
mengurangi panas dengan cara memantulkan panas yang dapat timbul ketika
udara sangat panas di area kandang. Kegunaan lainnya adalah mencegah
erosi langsung tanah di area tersebut yang bisa menyebabkan kerusakan
kandang/bangunan (Berry 2003). Pepohonan sebaiknya tidak terlalu banyak
di area kandang karena dapat mengganggu sirkulasi udara area kandang.
Untuk fasilitas listrik, diatur agar intensitas cahaya cukup di area
kandang dan gudang pakan/telur (Berry 2003).
Biosekuriti Peralatan
Setiap pekerja atau orang di unit usaha pangan bertanggung
jawab menjaga segala sesuatu tetap bersih dan saniter. Pembersihan
peralatan yang efektif mengurangi peluang terjadinya kontaminasi selama
penyiapan, penyimpanan, dan penyajian. Pembersihan berarti penghilangan
kotoran-kotoran yang kasat mata (visible) dari permukaan peralatan dan
bahan. Saniter berarti sehat atau higienis. Hal ini mencakup pengurangan
sejumlah mikroorganisme patogen pada permukaan peralatan dan bahan
sampai tingkat aman bagi kesehatan. Sesuatu yang saniter tidak memiliki
risiko bagi kesehatan manusia (McSwane et al. 2000). Peralatan yang
terdapat di dalam area peternakan dianjurkan menggunakan bahan yang
mudah untuk dibersihkan dan didisinfeksi. Hindarkan peralatan dengan
menggunakan bahan kayu karena bahan ini sukar untuk didisinfeksi. Bahan
yang dianjurkan adalah yang menggunakan plastik atau stainless steel
karena kedua bahan ini mudah dibersihkan dan tidak cepat rusak (Marriott
1999).
Higiene Personal
Menurut Marriott (1999), kata higiene digunakan untuk
menggambarkan penerapan prinsip-prinsip kebersihan untuk perlindungan
kesehatan manusia. Higiene personal mengacu kepada kebersihan tubuh
perseorangan. Manusia merupakan sumber potensial mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Pegawai dapat memindahkan
mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Kenyataannya, manusia
merupakan sumber utama pencemaran pangan. Tangan, nafas, rambut, dan
keringat dapat mencemari pangan. Pemindahan mikroorganisme fekal manusia
dan hewan melalui karyawan merupakan sumber potensial mikroorganisme
patogen yang dapat masuk ke dalam rantai pangan. Karyawan yang sakit
tidak diperkenankan kontak dengan pangan, peralatan, dan fasilitas.
Penyakit manusia yang dapat ditularkan melalui pangan adalah penyakit
saluran nafas seperti demam, radang tenggorok, pneumonia, scarlet fever,
dan tuberkulosis; gangguan pencernaan; disentri; demam tifoid; serta
hepatitis infeksius. Pada beberapa penyakit, mikroorganisme penyebab
penyakit masih dapat bertahan/tinggal pada penderita setelah sembuh.
Orang dengan kondisi demikian disebut carrier. Karyawan yang sakit
berpotensi sebagai sumber pencemar. Staphylococcus biasanya terdapat di
sekitar bisul, jerawat, karbunkel, luka yang terinfeksi, serta mata dan
telinga. Infeksi pada sinus, radang tenggorok, batuk terus-menerus,
serta gejala penyakit dan demam merupakan gambaran bahwa mikroorganisme
meningkat. Prinsip tersebut perlu diterapkan pada saluran pencernaan
seperti diare. Bahkan setelah sembuh, mikroorganisme masih dapat berada
dalam tubuh yang merupakan sumber pencemaran, contohnya Salmonellae
dapat bertahan beberapa bulan setelah penderita sembuh. Virus hepatitis
masih dapat dijumpai pada saluran pencernaan sampai lebih darilima tahun
setelah gejala penyakit. Di bawah ini akan dibahas beberapa bagian
tubuh manusia yang merupakan sumber pencemaran mikroorganisme.
Biosekuriti Higiene Penanganan Telur
Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di
kandang, telur yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki
telur plastik (egg tray) yang dipisahkan dengan telur yang retak/kotor.
Hal ini dilakukan untuk mencegah telur yang baik terkontaminasi agen
patogen yang mungkin terdapat pada telur kotor/retak. Perlakuan yang
dapat diterapkan terhadap telur yang kotor adalah dengan cara dilap,
tanpa dicuci terlebih dahulu. Pada gudang penyimpanan telur, telur
disimpan pada egg tray terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan
didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti
kayu baru dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan telur
yang retak/rusak. Telur yang retak harus segera digunakan. Baki telur
diletakkan di atas palet plastik setinggi minimum 15 cm dari permukaan
lantai dan berjarak minimum 15 cm dari dinding. Menurut McSwane et
al.(2000) penyimpanan pangan pada area gudang kering pada permukaan
datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari permukaan lantai dan
dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan lantai dan
dinding, mencegah seranganhama, serta memberikan sirkulasi udara yang
baik terhadap produk.
Sanitasi Peternakan Petelur
Sanitasi berasal dari kata latin sanitas yang berarti sehat.
Sanitasi adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan berkembangbiaknya
mikroba pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan
bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan dan membahayakan kesehatan
manusia (Marriott 1999). Sanitasi berkaitan erat dengan disinfeksi.
Sanitasi yang diterapkan pada peternakan unggas meliputi praktek
disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan,
serta kebersihan pegawai di peternakan (Jeffrey 1997).
Pengertian disinfeksi adalah upaya yang dilakukan untuk membebaskan
media pembawa dari mikroorganisme secara fisik atau kimia, antara lain
seperti pemberian disinfektan, alkohol, NaOH, dan lain-lain (Anonymous
2000). Sanitasi peternakan meliputi kebersihan sampah, feses, dan air
yang digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya
harus memenuhi persyaratan air bersih (Depkes 2001). Jika digunakan air
tanah atau dari sumber lain, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa
sehingga memenuhi persyaratan air bersih.
Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah dengan menambahkan
klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut memenuhi syarat air
bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala,
minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme
yang terkandung dalam sumber air. air merupakan media pembersih selama
proses sanitasi serta merupakan bahanbakupada proses pengolahan pangan
(Depkes 2001). Air juga dapat sebagai sumber pencemar. Jika air
tercemar, perlu dicari alternatif sumber air lain atau air tersebut
harus diolah dengan metode kimia atau metode lainnya. Sumber pencemar
lain adalah udara di sekitarnya (Marriott 1999).
Pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme pada udara selama proses,
pengemasan, penyimpanan, dan penyiapan. Cara yang efektif untuk
mengurangi pencemaran mikroorganisme dari udara antara lain praktek
higiene, penyaringan udara yang masuk ke ruang proses, dan penerapan
metode pengemasan yang baik (Marriott 1999). Intensitas pengambilan
sampah dan limbah peternakan (kotoran ayam) dilakukan pada periode
tertentu secara teratur, karena dapat mengundang lalat atau insekta lain
serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan
(Jeffrey 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1967. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Bab I Pasal 8.
Anonymous. 1977. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit
Hewan. Bab II Pasal 3.
Anonymous. 2000. Katalog Produk.Jakarta: Agro makmur Sentosa.
Anonymous. 2007. Poultry health and disease. [terhubung berkala]. http://www.thepoultrysite.com. [5 Juni 2011]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Kumpulan Modul Kursus
Penyehatan Makanan Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman Jakarta: Yayasan
Pesan.
[Depkes] Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. 2001. Kumpulan Modul
Kursus Penyehatan Makanan bagi Pengusaha Makanan dan Minuman.Jakarta:
Yayasan Pesan.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Bagaimana Terhindar dari Flu Burung (Avian Influenza).Jakarta.
[Dit Kesmavet] Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2006. Buku
Pedoman Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.
Jakarta: Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat
Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.
[EF] Euribrid Farm. 2003. Biosecurity Requirements for Poultry-Farms. Boxmeer: Euribrid.
Gernat A. 2000. Poultry farm biosecurity field manual. Cooperative
Extension AG(651). [terhubung berkala]. http://www.ncsu.edu.html
[5 Juni 2011].
Grimes T. 2001. Biosecurity in egg industry. Rural Industries Research
and Development Corporation 1(102). [terhubung berkala].
http://www.rirdc.gov.au. [5 Juni 2011].
Jeffrey JS. 1997. Biosecurity for poultry flocks. Poultry fact sheet
1(26). [terhubung berkala]. http://www.vmtrc.ucdavis.edu.html [5 Juni
2011].
Kay RD, Edwards WM. 1994. Farm Management.Singapore: McGraw-Hill.
Kuney DR.1999. Guidelines for risk reduction of microbial introduction
intopoultry flocks and products. Poultry fact sheet 11a.
[terhubung berkala].
http://animalscience.ucdavis.edu/extension/avian. [5 Juni 2011].
Marriott NG. 1999. Principles of Food Sanitation. 4th Ed.Gaithersburg,Maryland: Aspen.
McGuire D, Scheideler SE. 2005. Biosecurity and the poultry flock.
Nebfacts NF597. [terhubung berkala].
http://www.usda.gov/extension/poultry. [5 Juni 2011].
McSwane D, Rue N, Linton R. 2000. Essentials of Food Safety and Sanitation. 2nd Ed. UpperSaddleRiver: Prantice Hall.
Payne JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation of litter treatments
on Salmonella recovery from poultry litter. J. Appl. Poult.
Res. 11: 239-243.
Stanton, N. 2004. Biosecurity trifold. Maryland Department of
Agriculture News 1(1). http://www.aphis.usda.gov/vs.html. [5 Juni 2011].
No comments:
Post a Comment