Thursday, April 26, 2018

Stop Daging Sapi Impor, Sukseskan Program Swasembada Daging Sapi Nasional







Daging sapi adalah salah satu produk peternakan yang permintaannya selalu meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Rendahnya produksi daging sapi nasional, menyebabkan sebagian besar kebutuhan masih impor dari lain. Impor terbesar daging sapi Indonesia berasal dari negara Australia. Impor daging sapi ini memiliki menjadi polemik yang perlu mendapat perhatian serius. Impor daging sapi bertujuan menetralisir permintaan konsumen dengan harga yang terjangkau, di sisi lain kebijakan impor tidak berpihak kepada sektor peternakan di dalam neger, selain itu daging sapi impor juga berdampak munculnya daging sapi non-halal karena disembelih tanpa menggunakan Syariat Islam.

Banyak negara yang masih belum memperhatikan penerapan Syariat Islam dalam pemotongan hewan sapi maupun hewan unggas, sedangkan Indonesia sebagai konsumen adalah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia dimana agama Islam memerintahkan agar makan dan minum yang halal dan toyib. Oleh karena itu penting sekali para importir memperhatikan hal ini, sehingga masyarakat Indonesia sebagai konsumen tidak terdzalimi. Daging sapi yang diimpor dari negara lain harus bersertifikasi halal yang memenuhi standar aturan yang ditetapkan oleh lembaga MUI yang berwenang di Indonesia. Di Indonesia sendiri masih banyak rumah pemotongan hewan (RPH) yang belum memperhatikan hal ini. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan pelatihan pemotongan hewan sesuai syar’i.

Rumah pemotogan hewan (RPH) merupakan tempat penyedia daging sapi dan hewan ternak lainnya. Oleh karena itu, RPH memiliki peran penting dalam menyediakan daging hewan halal. Penyembelihan hewan ternak diatur oleh undang-undang No. 18 tahun 2009, Tentang Peternakan dan Kesehatan  Hewan, Pasal 61 yo Pasal 63 : “Pemotongan  hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di rumah potong dan mengikuti  cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan, harus memperhatikan  kaidah agama dan unsur kepercayaan masyarakat”. Sedangkan pada pasal 66 ayat 1:2f menyebutkan bahwa: “Untuk kepentingan kesejahteraan  hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan, penempatan dan pengandangan, pemeliharaan dan perawatan, pemotongan dan pembunuhan, serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan. Pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan dan penyalahgunaan”.

Untuk menghasilkan produk yang halal, maka RPH harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: fasilitas RPH dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak bercampur dengan pemotongan untuk hewan tidak halal), lokasi RPH harus terpisah dari RPH / peternakan babi (minimal radius 5 km) serta tidak terjadi kontaminasi silang antara RPH halal dan RPH/peternakan babi, fasilitas RPH dirancang sedemikian rupa agar produk (karkas/daging/jeroan/kulit) yang halal tidak terkontaminasi dengan produk non halal maupun dengan barang haram dan najis.

Untuk menghasilkan daging sapi yang baik, maka sebelum proses penyembelihan, hewan yang akan disembelih harus diberi waktu istirahat yang cukup dan mengikuti kaidah kesejahteraan hewan yang berlaku, dilakukan pemeriksaan oleh lembaga yang memiliki kewenangan, rekaman hewan mati sebelum sempat disembelih harus disimpan dan dipelihara. Sebelum dilakukan penyembelihan sapi, dapat dilakukan pemingsanan (stunning) terlebih dahulu, dengan persyaratan: stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan hewan mati sebelum disembelih, tidak menyebabkan cedera permanen atau merusak organ hewan, khususnya sistem syaraf pusat (ssp), tidak menyebabkan hewan kesakitan, bertujuan untuk mempermudah penyembelihan. Metode/ peralatan stunning harus divalidasi, jika proses pemingsanan, hewan dapat bangkit kembali, maka proses pemingsanan sudah benar. Tetapi jika hewan tidak bangkit lagi dan terus mati, maka proses pemingsanan tidak dapat diterima serta metode dan/atau peralatannya harus diperbaiki. Peralatan stunning tidak digunakan antara hewan halal dan non halal. Petugas pemingsanan harus memastikan peralatan stunning dalam kondisi baik setiap akan memulai proses penyembelihan.

Pelaksanaan stunning harus dilakukan verifikasi secara berkala  sesuai dengan metode dan parameter yang telah disetujui. Supervisor halal harus memastikan bahwa pemingsanan tidak menyebabkan kematian pada hewan sebelum disembelih, yaitu dengan memastikan adanya gerakan hewan (seperti reflek pupil dan reflek kelopak mata) sebagai tanda hidupnya hewan. Harus dibuat rencana pemeliharaan/maintenance untuk peralatan stunning dengan mengacu pada pedoman pemeliharaan dari pabrik pembuat peralatan stunning. Maintenance peralatan stunning harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam rencana maintenance. Validasi peralatan stunning dengan menggunakan instrumen yang telah terkalibrasi. Validasi dilakukan oleh personil yang kompeten minimal dua kali dalam setahun rekaman hasil validasi harus disimpan dan dipelihara. Tahapan-tahapan proses penyembelihan untuk mendapatkan daging sapi halal adalah sebagai berikut:

a. Metode pemingsanan
1)       Bovine (hewan berukuran besar, seperti sapi, kerbau, banteng): electrical (head only) stun, pneumatic percussive stun dan non penetrative (mushroom head) stun
2)       Ovine (hewan berukuran kecil seperti kambing, domba dll) dan calf (anak sapi): electrical (head only) stun Unggas: electrical water bath

b. Teknik Penyembelihan
1)      Penyembelih hewan menyebut nama Allah dengan mengucapkan “Bismillaahi allaahu akbar” atau “bismillaahir rahmaanir rahiim” yang diucapkan untuk tiap individu hewan.
2)      Posisi hewan ketika disembelih terbaring atau tergantung, dan penyembelihan harus dilakukan dengan cepat.
3)      Wajib terpotongnya 3 (tiga) saluran, yaitu pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids di sisi kiri dan kanan), saluran  makanan (mari’/esophagus), dan saluran pernafasan (hulqum/trachea).
4)      Proses penyembelihan harus dilakukan secara cepat dan tepat sasaran tanpa mengangkat pisau sebelum 3 saluran pada leher terputus.  
5)      Proses penyembelihan dilakukan dari leher bagian depan dan tidak memutus tulang leher.
6)      Jika dilakukan proses pemingsanan terlebih dahulu, penyembelihan harus dilakukan sebelum hewan sadar. 
7)      Supervisor halal harus memastikan terpotongnya tiga saluran, serta darah hewan berwarna merah dan mengalir deras saat disembelih.
8)      Hewan yang akan disembelih dianjurkan untuk dihadapkan ke arah kiblat.

c. Petugas penyembelih
Petugas penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)       Beragama islam dan taat beribadah
2)       Berumur minimal 18 tahun
3)       Berbadan sehat dan memiliki catatan kesehatan yang baik
4)       Memahami tata cara penyembelihan sesuai syari’at islam
5)       Lulus pelatihan penyembelihan halal yang dilakukan oleh lembaga islam/ lembaga sertifikasi halal atau lembaga yang berwenang lainnya
6)       Memiliki kartu identitas sebagai penyembelih halal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI atau lembaga yang mempunyai wewenang dalam sertifikasi halal
7)       Jumlah petugas penyembelih harus memadai sesuai dengan jumlah hewan yang disembelih per hari (skala produksi) dan ruang lingkup pemotongan, setidaknya harus tersedia dua orang petugas penyembelih pada setiap lini penyembelihan
8)       Untuk hewan berukuran kecil, seperti kambing dan domba, jika RPH menyembelih lebih dari 4000 ekor dalam satu lini, maka setidaknya harus tersedia tiga orang petugas penyembelih pada setiap lini penyembelihan
9)       Untuk hewan berukuran besar, seperti sapi, kerbau, banteng, jika RPH menyembelih lebih dari 150 ekor dalam satu lini, maka setidaknya harus tersedia tiga orang petugas penyembelih pada setiap lini penyembelihan

d. Pasca penyembelihan
1)       Supervisor halal harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan hewan mati sebelum dilakukan penanganan atau proses selanjutnya
2)       Ciri-ciri kematian yaitu berhentinya aktivitas otak yang ditandai dengan hilangnya reflek pupil, reflek kelopak mata (palpebrae), reflek cubit (kejang), reflek pukul
3)       Ruang/lokasi penanganan karkas dan jeroan harus dipisah.
4)       Karkas dan jeroan yang berasal dari hewan yang disembelih tidak memenuhi persyaratan halal maka harus dipisah dan diperlakukan sebagai daging non halal. 
5)       Pemeriksaan post mortem harus dilakukan oleh petugas yang berwenang.
6)       Rekaman karkas dan jeroan yang tidak memenuhi persyaratan halal harus disimpan dan dipelihara.  
7)       Khusus untuk penggunaan alat pemingsan mekanis (percussive pneumatic stun atau mushroom head stun), supervisor halal harus melakukan pemeriksaan kerusakan tengkorak (broken skull), serta rekamannya harus disimpan dan dipelihara. Electrical stimulation yang digunakan untuk mempercepat keluarnya darah dan menghindari gerakan hewan yang membahayakan bagi penyembelih diperbolehkan sepanjang tidak mematikan
8)       Sapi yang telah disembelih, dikuliti dan dikeluarkan jeroannya, kemudian karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung.

 e. Penanganan dan penyimpanan
1)      Karkas/daging/jeroan halal dan non halal harus ditangani dan disimpan pada tempat yang terpisah
2)      Karkas/daging/jeroan halal harus ditangani dan disimpan dengan baik untuk menghindari kontaminasi silang dengan bahan najis dan cemaran lainnya
3)      Jika terdapat produk yang tidak memenuhi persyatan halal, maka harus dilakukan penandaan sebagai produk non halal sehingga memudahkan untuk penelusuran balik (traceability) atas produk yang bersangkutan.
4)      Jika terdapat produk yang tidak memenuhi persyatan halal, maka penyimpanan  dilakukan dengan memberi warna rak yang berbeda untuk produk halal dan non halal, serta mencantumkan tanda “halal” dan “non halal” di masing-masing rak.
5)      Rekaman karkas/daging/jeroan non halal harus disimpan dan dipelihara.

f. Pengemasan dan pelabelan
1)       Pemberian identitas halal dicantumkan pada kemasan produk sebelum memasuki ruang/gudang penyimpanan.
2)       Label harus secara spesifik menjelaskan perbedaan halal dan non halal (jika ada).
3)   Proses pengiriman daging/jeroan harus disertai dengan label, mulai dari penyiapan (seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam kontainer), pengangkutan (seperti pengapalan/ shipping), hingga penerimaan.

4)       Label sekurang-kurangnya harus memuat informasi.

No comments:

Post a Comment