Thursday, April 26, 2018

UKSES BERTERNAK SAPI POTONG



Daging sapi adalah salah satu produk pangan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan seluruh dunia. Daging sapi telah banyak diolah menjadi aneka produk yang sudah sangat familier dan banyak diminati konsumen diantaranya adalah; abon, sosis, dendeng, beef, bakso, soto, soup, nugget, kerupuk krecek, dan lain-lain. Permintaan daging sapi dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: berkembangnya industri olahan daging sapi, jumlah penduduk Indonesia yang meningkat, pendapatan masyarakat yang semakin meningkat dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konsumsi protein hewani.


Meningkatnya permintaan daging sapi, telah memacu meningkatnya permintaan sapi potong atau sapi pedaging. Sedangkan produksi sapi potong di Indonesia masih tergolong rendah, hal ini disebabkan budidaya sapi potong di Indonesia umumnya dilakukan secara tradisional yang dilakukan oleh para petani di pedesaan untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak. Rendahnya produksi sapi potong di Indonesia, menyebabkan pasokan daging sapi masih belum mampu menyeimbangkan permintaan yang ada, sehingga sebagian masih impor dari negara lain. Oleh karena itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan produk hewani, maka kita perlu meningkatkan produksi sapi potong. Untuk menggenjot produksi sapi potong, maka budidaya sapi potong perlu dilakukan dengan strategi yang tepat yaitu dilakukan secara intensif, menyediakan pakan berkualitas dalam jumlah yang cukup dan murah, manajemen yang baik dan tersedianya bibit sapi yang unggul.

Tingginya permintaan daging sapi dan masih rendahnya pasokan daging sapi dalam negeri, merupakan peluang bisnis yang potensial untuk mengembangkan usaha budidaya sapi potong. Pengembangan bisnis pembibitan dan penggemukan sapi potong di Indonesia sangat prospektif, hal ini ditinjau dari aspek pasar yang cukup besar, ketersediaan bahan pakan hijauan maupun konsentrat, ketersediaan sumber daya manusia yang cukup melimpah dan murah, kondisi alam yang mendukung, dan ketersediaan sapi bibitan yang bernilai unggul.

Hal ini menjadi ironi, jika kita masih menjadi pengimpor daging sapi dan sapi bakalan dari negara lain. Impor daging sapi impor kita cukup tinggi dan sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga daging sapi di pasar domestik. Selain itu, impor produk daging sapi juga dapat mengancam sektor peternakan nasional. Oleh karena itu kita perlu menyukseskan program swasembada daging sapi nasional, sehingga kita tidak semakin ketergantungan terhadap produk daging sapi impor.

Sapi potong merupakan jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging, sehingga sering juga disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi potong yang dibudidayakan di Indonesia ada beberapa jenis meliputi sapi lokal (asli Indonesia) dan non-lokal (sapi impor). Sapi asli Indonesia yang umum dibudidayakan sebagai sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole), sapi Madura, dan sapi Aceh. Sedangkan sapi impor yang banyak dibudidayakan di Indonesia antara lain; Aberdeen angus (Skotlandia), Sapi Simental (Swiss), sapi Brahman (India), dan Limousin (Perancis). Sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman penyebarannya cukup merata di Indonesia. Di Indonesia, sentra pengembangan sapi bali, sapi ongole, sapi PO dan sapi madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Budidaya sapi tergolong mudah, sebelum pemeliharaan dilakukan maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah melilih lokasi kandang dan pembuatan kandang yang representati. Perawatan dan sanitasi kandang perlu dilakukan secara rutin sehingga lingkungan kandang tetap sehat. Pemberian pakan secara rutin dan teratur serta bergizi sangat penting dilakukan terhadap hewan ternak. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan. Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri). Pemberian pakan pada pemeliharaan sapi secara intensif sebaiknya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pemberian konsentrat (komboran) diberikan 2 kali sehari sebelum pemberian hijauan yaitu pada pagi dan sore, dua jam kemudian diberi pakan hijauan. Komposisi konsentrat / komboran yang diberikan dapat berupa ampas tahu, dicampur bekatul dan ampas singkong, atau ampas tahu dicampur tepung tongkol jagung dan kulit kacang ditambahkan garam secukupnya. Setelah kurang lebih 2 jam dari pemberian pakan konsentrat, selanjutnya diberikan pakan hijauan; jerami, rumput-rumputan dan lain-lain.

Setelah mencapai umur 2-3 tahun pemeliharaan sapi potng dapat dipanen. Sapi yang telah mencapai bobot yang diinginkan dapat segera dipasarkan dalam keadaan masih hidup atau dalam bentuk daging siap konsumsi. Untuk mengukur bobot sapi dapat digunakan rumus sebagai berikut.



{LD (cm) + 22 }2

Bobot Badan (kg) = ---------------------------- LD : Lingkar Dada

100



Sapi yang telah mencapai masa panen, jika ingin dipasarkan dalam bentuk daging yang siap konsumsi, maka harus dilakukan proses penyembelihan. Tempat dan peralatan peyembelihan sapi harus representatif. Selain itu, teknik penyembelihan harus dilakukan secara baik dan sesuai dengan syariat Islam terkait dengan kehalalan produk pangan. Masalah penyembelihan secara syar’i penting sekali diperhatikan karena masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam semakin cerdas dan menginginkan hak-haknya sebagai konsumen dilindungi. Sebuah bisnis akan menjadi sukses apabila kita semakin peka untuk bisa memberikan jaminan kualitas produk yang diberikan kepada konsumen.

No comments:

Post a Comment