Daging sapi adalah salah satu bahan sumber protein yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan negara-negara di dunia. Berbagai produk turunan daging sapi seperti corned beef, sosis, nugget, abon, dendeng, bakso, soto, dan lain-lain, sudah begitu familier dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Potensi pasar yang besar dan terus berkembang tersebut merupakan peluang bisnis yang sangat menggiurkan bagi para pemasok daging sapi baik lokal maupun importer. Permintaan daging sapi melonjak menjelang lebaran dan hari-hari besar nasional, dan para pedagang berusaha memenuhi permintaan konsumen dengan menambah persediaan daging. Hal ini menjadi daya tarik bagi usaha budidaya penggemukan sapi potong di Indonesia.
Saat ini, pasokan daging sapi maupun bibit sapi dalam negeri masih belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik, sehingga sebagian permintaan dinetralisir dengan daging sapi impor. Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat potensial bagi produk daging sapi. Masuknya daging sapi impor menjadi tantangan tersendiri bagi para peternak Indonesia dan aspek kehalalalan produk. Daging sapi impor, selain menjadi pesaing produk daging sapi dalam negeri, daging sapi impor yang beredar di pasaran banyak yang belum memiliki sertifikasi halal atau bersertifikasi halal tapi palsu. Masuknya daging impor ke Indonesia perlu diawasi secara ketat, mengingat daging sapi merupakan produk pangan yang mudah rusak dan terkontaminasi bahan berbahaya baik mikrobiologi maupun kimiawi, oleh karena itu perlu adanya jaminan kebersihan dan higienitas dalam proses penyembelihan, pengemasan dan pengiriman. Selain itu, daging sapi yang berasal dari peternak dalam negeri atau impor harus memperhatikan aspek kehalalalan, mengingat Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang sangat sensisitif terhadap masalah kehalalan produk. Oleh karena itu, perlunya jaminan kehalalan produk olahan daging sapi yang beredar di Indonesia terutama produk-produk impor yang dilakukan lembaga negara yang berwenang dalam hal adalah LPPOM MUI.
Masyarakat Indonesia semakin sadar pentingnya jaminan kehalalan produk, tidak hanya aspek keamanan pangan dan higienitas produk saja, oleh karena aspek kehalalan produk terkait dengan masalah keimanan dari masyarakat muslim di seluruh dunia. Oleh karena itu, aspek kehalalan produk menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan baik bahan yang digunakan atau proses produksinya, hala ini akan menentukan apakah suatu produk diterima pasar atau tidak. Oleh karena itu sertifikasi halal penting diberlakukan terhadap produk-produk pangan maupun non-pangan seperti obat-obatan dan kosmetika. Lembaga yang berkompeten diberi kewenangan oleh pemerintah dan diakui oleh masyarakat untuk memberikan sertifikasi halal produk adalah LPPOM MUI, oleh karena itu, untuk mendapatkan sertifikasi halal maka harus mengajukan melalui lembaga tersebut. Adanya sertifikasi halal tentu ada yang pro dan kontra, sebagian masyarakat berpandangan bahwa adanya sertifikasi halal hanya menguntungkan lembaga yang diberi kewenangan memberi sertifikasi halal, namun sebagian berpandangan bahwa sertifikasi halal adalah sarana untuk memberi jaminan kehalalan produk guna melayani pasar masyarakat muslim di seluruh dunia.
Dalam syariat Islam, makanan yang dikonsumsi harus memenuhi syarat halal dan baik (halalan thoyiban), keduanya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Makanan halal artinya dibolehkan menurut syariat Islam untuk dikonsumsi, sedangkan makanan yang baik adalah memenuhi syarat gizi, kesehatan, estetik dan lain-lain. Dasar hukum atau dalil dalam syariat Islam yang memerintahkan agar umat Islam mengkonsumsi makanan yang halal dan baik adalah seperti tertuang dalam Al Qur’an Al Maidah;88: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
Allah SWT juga berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raaf ayat:157: “(yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”
Berdasarkan syariat Islam, segala sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah adalah halal. Oleh karena itu, semua makanan dan minuman di luar yang diharamkan adalah halal. Dengan demikian, hanya sebagian kecil saja makanan dan minuman yang diharamkan. Namun, seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia yang semakin meningkat telah merangsang berkembangnya aneka produk yang semakin beragam. Beredarnya aneka produk di pasaran dipacu oleh arus globalisasi yang semakin deras, hal ini menimbulkan permasalahan halal produk yang semakin kompleks. Bagi masyarakat muslim khususnya di Indonesia, beredarnya produk-produk impor baik pangan maupun non-pangan, meningkatkan kehati-hatian untuk mengkonsumsi produk-produk tersebut terkait dengan aspek kehalalan. Hal ini dapat dimaklumi, karena terkait dengan masalah keyakinan atau keimanan, oleh karena itu harus disikapi dengan bijaksana. Bagi pengusaha yang cerdas, masyarakat konsumen yang semakin kritis untuk mendapatkan pelayanan produk sesuai yang diharapkan, akan direspon sebagai peluang bisnis untuk merebut pasar dalam memenangkan persaingan.
Aspek kehalalan produk daging sapi ditinjau sesuai syariat Islam didasarkan pada proses penyembelihan dan ada tidaknya bahan-bahan haram yang mengkotaminasi produk daging sapi. Berdasarkan syariat Islam, proses penyembelihan sapi harus dilakukan dengan menggunakan alat pemotong yang tajam sehingga cepat mati, dan dilakukan dengan menyebut nama Allah, serta tidak dilakukan proses penyiksaan terlebih dahulu seperti diglonggong dengan meminumkan air banyak kepada sapi yang masih hidup untuk menambah bobot. Sedangkan daging haram menurut syariat Islam yang didefinisikan dapat menjadi pencemar daging halal menjadi daging haram antara lain adalah; daging bangkai, daging babi, celeng, kodok, tikus, anjing dan binatang buas. Daging sapi yang dicampur daging haram tersebut dikenal dengan daging oplos. Daging haram yang paling sering dicampur adalah daging babi. Untuk mengenali daging babi yaitu memiliki warna merah pucat, serat dagingnya lebih lembut dan halus, lemak pada daging lebih tebal, dan aromanya amis berbeda dibandingkan dengan aroma daging sapi biasanya. Kebanyakan ulama sepakat bahwa semua bagian babi yang dapat dimakan haram, sehingga baik dagingnya, lemaknya, tulangnya, termasuk produk-produk yang mengandung bahan tersebut, termasuk semua bahan yang dibuat dengan menggunakan bahan-bahan tersebut sebagai salah satu bahan bakunya.
Bangkai adalah hewan yang sudah mati sebelum disembelih, sehingga tidak dapat dikonsumsi manusia ditinjau berdasarkan aspek kehalalan maupun kesehatan. Berdasarkan syariat Islam bangkai adalah haram, sedangkan jika ditinjau dari segi kesehatan, daging bangkai berisiko menimbulkan penyakit bagi konsumen yang diakibatkan berkembangnya mikroba berbahaya pada daging sapi. Binatang yang ketika disembelih tidak disebut nama Allah atau menyebut nama selain Allah, atau diniatkan untuk dipersembahkan kepada selain Allah, misalnya untuk upacara sesaji, maka daging tersebut menjadi haram. Dan, produk turunan dari daging tersebut menjadi haram untuk dimakan. Oleh karena itu, mendapatkan sertifikasi halal, maka penyembelihan hewan harus dilakukan oleh seorang yang beragama islam dan dengan menyebut nama Allah.
Dalil atau dasar hukum yang berkaitan dengan diharamkannya bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah tersebut dalam QS. Al-Baqarah:173: "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam surat Al-Maaidah:3, Allah berfirman: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam Al Qur’an surat Al An’am:145, Allah SWT berfirman: “Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Di samping keempat kelompok makanan yang diharamkan tersebut, terdapat pula kelompok makanan yang diharamkan karena sifatnya yang buruk. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang dirawikan oleh Imam Ahmad dan Muslim dan Ash Habussunan: Telah melarang Rasulullah saw memakan tiap-tiap binatang buas yang bertaring, dan tiap-tiap yang mempunyai kuku pencengkraman dari burung. Sebagian besar ulama bersepakat bahwa binatang buas seperti: singa, anjing, ular, burung elang, dan sebagainya adalah haram. Selain itu, sebagian ulama juga berpendapat bahwa hewan yang hidup di dua alam adalah haram, hal ini berdasarkan sebuah hadist yang terdapat pada kitab Bulughul Maram: Dari `Abdurrahman bin `Utsman Al-Qurasyis-yi bahwasanya seorang tabib bertanya kepada Rasulullah saw tentang kodok yang ia campurkan di dalam satu obat, maka Rasulullah larang membunuhnya (Diriwayatkan oleh Ahmad dan disahkan oleh Hakim dan diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dan Nasa`i). Dari Hadits tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa larangan membunuh kodok sama dengan larangan memakannya. Akan tetapi larangan terhadap binatang lainnya yang hidup di dua alam seperti kodok, tidak dinyatakan secara tegas dalam Hadits tersebut, hal ini dapat merupakan hasil qias yang dilakukan oleh ulama.
Masih banyaknya para pengusaha yang belum mengindahkan masalah kehalalan produk daging sapi, oleh karena itu membutuhkan pengawasan secara intensif oleh pihak berwenang terhadap daging sapi lokal maupun impor. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir praktik-praktik manipulasi yang dilakukan oleh pengusaha daging sapi untuk mendapatkan keuntungan besar dengan melakukan pengoplosan maupun menambahkan bahan kimia berbahaya seperti formalin. Penambahan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet seperti formalin, atau direndam dalam arak, juga merupakan pelanggaran terhadap hak konsumen. Formalin merupakan bahan pengawet berbahaya yang biasa digunakan dalam pengawet mayat atau pembasmi serangga. Penggunaan formalin dalam pengawetan daging sapi, sangat menguntungkan pejual, karena daging dapat bertahan lama. Namun, daging berformalin menjadi sangat berbahaya bagi kesehatan dan tidak boleh dikonsumsi. Daging ber-formalin memiliki ciri-ciri warna kulit putih mengkilat, beraroma khas formalin dan biasanya tidak dihinggapi lalat. Arak atau alkohol merupakan bahan yang memabukan (khamar) termasuk bahan diharamkan untuk dikonsumsi. Dalam Al-Quran Surat Al-Maaidah ayat 90-91, ditegaskan tentang keharaman khamar: “Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan-perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menumbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu mengerjakan perbuatan itu.”
Ditulis oleh : Gus Mill
Semoga Bangsa Kita Terbebas Dari Produk Haram !!! Bravo Indonesia
No comments:
Post a Comment