Thursday, April 26, 2018

Bioetanol Solusi Mengatasi Krisis Energi


Agrotekno Sarana Industri
087875885444

Melayani Jasa Uji Kimia Bahan
Jual Aneka Mikrobia
Pelatihan Agrobisnis
Jual Enzim Alfa Amilase, Beta Amilase, Gluco Amilase




Di era industrialisasi sekarang ini, bahan bakar minyak sebagai sumber energi merupakan komponen yang sangat fital untuk menggerakan segala aktifitas yang berkaitan dengan industri dan perdagangan. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan sumber energi yang ketersediaannya terbatas karena tidak dapat diperbaharui lagi. Dengan demikian, semakin lama sumber BBM ini akan menipis dan lama-lama akan habis. Kenaikan harga bahan bakar minyak, karena pengurangan subsidi pemerintah, seringkali menyebabkan gejolak dalam masyarakat. Pemerintah beralasan pencabutan subsidi BBM bertujuan efesiensi penggunaan bahan bakar minyak dan mengikuti harga minyak dunia. Kebijakan pemerintah ini seringkali dilematis, namun demikian krisis energi pada masa mendatang harus diatasi dengan sumber energi alternatif.

Salah satu cara untuk mengatasi ketergantungan terhadap BBM yang harganya terus meningkat yaitu pemanfaatan bahan bakar nabati bioetanol sebagai campuran premium (premium mix) 5–20%. Bioetanol merupakan energi masa depan, karena sumber bahan baku berasal dari bahan nabati yang bersifat renewable atau dapat diperbaharui. Bioetanol diproduksi dari bahan-bahan yang mengandung karbohidrat misalnya umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, tebu, gandum, sagu, jagung, dan lain-lain. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif berasal dari pengolahan bahan-bahan hasil pertanian atau sering disebut juga bahan bakar nabati (biofuel). Bioetanol dapat dijadikan sebagai campuran premium (premium mix E10) untuk transportasi, oleh karena itu bioetanol mampu menyubstitusi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM).

Bioetanol telah dikembangkan sejak tahun 1970-an oleh negara-negara Amerikat Latin, Amerika Serikat, Kanada, Swedia, Austalia, Thailand, Cina, India, Korea, dan Jepang. Pemanfaatan bioetanol untuk premium mix (E10) telah diaktualisasikan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan JICA mulai awal tahun 1980-an. Industri bioetanol domestik juga telah dikembangkan oleh beberapa perusahaan swasta, seperti Aneka Kimia Nusantara, Indo Acedatama, Indo Lampung Destilary, dan Melindo Raya. Oleh karena itu, peluang program pengembangan industri bioetanol untuk premium-mix tersebut cukup besar.

Bioetanol mampu menjadi solusi terhadap kelangkaan bahan bakar minyak. Cadangan sumber bahan bakar minyak yang semakin menipis menyebabkan pemerintah seringkali melakukan regulasi secara ketat dan kebijakan menaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM seringkali membuat kalangan konsumen rumah tangga dan industri mengeluh. Bagi kalangan industri kenaikan BBM akan menaikan biaya produksi, yang pada akhirnya produsen harus menaikan harga jual produknya yang berdampak pada menurunnya penjualan. Kenaikan harga BBM juga berpengaruh pada sebagian besar sektor ekonomi, sehingga berpengaruh pada produktifitas. Hal ini juga berpengaruh pada lesunya pasar modal, dan menyebabkan terhambatnya pertumbuahan ekonomi nasional.

Berdasarkan pada permintaan kebutuhan energi yang sangat besar tersebut, maka bioetanol memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan. Saat ini, produksi bioetanol masih sangat kecil sekali jauh dari jumlah permintaan pasar. Sebagian besar hasil panen bahan pertanian dijadikan sebagai produk pangan. Karena itu, perlu upaya meningkatkan produksi bahan baku bioetanol. Upaya peningkatan produksi sumber bahan baku nabati tersebut dilakukan melalui dua aspek pendekatan, yakni aspek biofisik dan sosial-ekonomi. Aspek biofisik berkaitan dengan sumberdaya tanaman dan lahan. Yang berkaitan dengansumberdaya tanaman meliputi: produktivitas, fleksibilitas umur panen dan usaha tani, efisiensi yang tinggi dalam penggunaan air, lahan dan energi, dan sistem integrasi dengan ternak. Adapun yang berkaitan dengan sumberdaya lahan meliputi: luas areal untuk peningkatan produksi secara intensifikasi dan ekstensifikasi.

Peningkatan produksi melalui aspek sosial ekonomi dilakukan berdasarkan indikator faktor budidaya yang telah dikenal petani, singkong sebagai pangan pokok, dan biaya produksi yang relatif murah. Hambatan pengembangan singkong yang berkaitan dengan aspek biofisik adalah umur singkong panjang, ubi cepat rusak dan memakan ruang (bulky), lahan suboptimal dan peka erosi. Hambatan yang berkaitan dengan aspek social ekonomi meliputi pemilikan lahan sempit, modal dan tenaga kerja produktif terbatas, biaya transportasi hasil mahal, rantai pemasaran hasil panjang, dan harga singkong berfluktuasi. Peluang pengembangan singkong sebagai bahan baku bioetanol cukup tinggi, terlihat dari minat investor tinggi, permintaan produk tinggi, dan peluang peningkatan produksi cukup tinggi. Selain itu juga permintaan pasar regional dan nasional tinggi, serta potensi yang tinggi sebagai komoditas ekspor.

Sebagai bahan baku BBN singkong diolah menjadi bioetanol pengganti premium. Singkong merupakan salah satu sumber pati. Pati merupakan senyawa karbohidrat yang komplek. Sebelum difermentasi pati diubah menjadi glukosa,karbohidrat yang lebih sederhana. Dalam penguraian pati memerlukan bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan ini akan menghasilkan enzim alfaamilase dan glikoamilase yang akan berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana. Setelah menjadi gula baru difermentasi menjadi etanol. Langkah – langkah dalam pembuatan bioetanol berbahan dasar singkong adalah :

Sinkgong dikupas, kumudian di potong-potong ukuran kecil, kemudian dikeringkan hingga kadar air maksimal 16 % seperti gaplek. Tujuan pengeringan terseubut adalah untuk mengawetkan singkong sebagai cadangan bahan baku. Masukan 25 kg gaplek ke dalam tangki berkapasitas 120 liter, kemudian tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter dan memanaskan gaplek hingga suhu 100° C sambil diaduk selama 30 menit hingga kental menjadi bubur. Masukkan bubur gaplek kemudian memasukkan ke dalam tangki skarifikasi. Setelah dingin memasukkan cendawan Aspergilus sp yang akan menguraikan pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong memerlukan 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10 % dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/ml. Sebelum digunakan cendawan dibenamkan ke dalam bubur gaplek yang telah dimasak agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.

Setelah dua jam bubur gaplek akan berubah menjadi 2 lapisan yaitu air dan endapan gula. Mengaduk kembali pati yang sudah berubah menjadi gula kemudian memasukkanya kedalam tangki fermentasi. Sebelum difermentasi kadar gula maksimum larutan pati adalah 17 – 18 % karena itu merupakan kadar gula yang cocok untuk hidup bakteri Saccaromyces dan bekerja untuk mengurai gula menjadi alcohol. Penambahan air dilakukan bila kadar gula terlalu tinggi dan sebaliknya jika kadar gula terlalu rendah perlu penambahan gula. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan menjaga Saccharomyces agar bekerja lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob atau tidak membutuhkan oksigen pada suhu 28° - 32° C. Setelah 2 – 3 hari larutan pati berubah menjadi 3 lapisan yaitu lapisan terbawah berupa endapan protein, lapisan tengah air dan lapisan teratas etanol. Hasil fermentasi disebut bir yang mengandung 6 – 12 % etanol. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein. Lakukan destilasi atau penyulingan untuk memisahkan etanol dari air dengan cara memanaskan pada suhu 78° C atau setara titik didih etanol sehinnga etanol akan menguap dan mengalirkannya melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.

Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut diperlukan etanol dengan kadar 99% atau disebut etanol kering sehingga memerlukan destilasi absorbent. Destilasi absorbent dilakukan dengan cara etanol 95% dipanaskan dengan suhu 100° C sehingga etanol dan air akan menguap. Uap tersebut dilewatkan pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga hingga diperoleh etanol dengan kadar 99 %. Sepuluh liter etanol 99% membutuhkan 120 – 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.


1 comment: