Agrotekno Sarana Industri
087875885444
Jual Probiotik Primavita Penggemuk Sapi, Unggas Dan Perikanan
Daging sapi adalah salah satu produk pangan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Permintaan daging sapi dalam negeri mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hingga kini, pasokan daging sapi lokal belum mampu mengimbangi permintaan daging sapi, sehingga sebagian besar daging sapi yang beredar di pasaran masih impor dari negara lain. Saat ini, harga daging sapi segar masih terbilang tinggi; daging kualitas tinggi mencapai harga Rp.85.000/kg, kualitas sedang Rp.75.000, dan kualitas rendah Rp.60.000. Menjelang hari raya Idhul Fitri dan hari-hari besar nasional lainnya, permintaan daging sapi mengalami lonjakan yang cukup signifikan dan memicu kenaikan harga daging sapi.
Berdasarkan data BPS dan Statistik Peternakan, 2009, bahwa pada tahun 2007 konsumsi daging sapi adalah 1,95 kg per kapita dan mengalami peningkatan menjadi 2 kg per kapita pada tahun 2008, menjadi 2,24 kg per kapita pada tahun 2009. Peningkatan konsumsi ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan daging sapi dan jeroan dari 455.755 ton pada tahun 2008 menjadi 516.603 ton pada tahun 2009. Kebutuhan daging tersebut setara dengan jumlah sapi sebanyak 2,432 juta ekor sapi pada tahun 2008 dan 2,746 juta ekor sapi pada tahun 2009. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka impor daging sapi dan jeroan juga meningkat menjadi sebesar 110.246 ton serta untuk sapi bakalan sebanyak 768.133 ekor pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2011, Kementerian Pertanian mengimpor daging sapi sebanyak 140 ribu ton atau sekitar 33% dari total kebutuhan daging sapi selama tahun 2011.
Produksi daging sapi lokal masih cenderung fluktuatif yang menunjukkan bahwa ketersediaan daging sapi lokal tidak konsisten, sehingga memacu terjadinya impor daging sapi dan sapi bakalan. Pada mulanya, kebijakan impor sapi bakalan dan daging sapi yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk menyediakan daging sapi yang terjangkau bagi masyarakat, namun perkembangannya proporsi daging sapi impor telah mencapai 30% dari kebutuhan daging sapi nasional, sehingga mengkhawatirkan bagi kedaulatan dan ketahanan pangan. Kondisi ekonomi pasar sapi domestik relatif fluktuatif dipengaruhi beberapa variabel pasar global antara lain: tingkat penawaran daging sapi, konsumsi dan harga daging sapi lokal, jumlah dan harga impor sapi dan daging sapi, dan harga riil pasar internasional, jumlah induk dan pemotongan sapi lokal.
Meningkatnya permintaan daging sapi, menjadi tantangan sekaligus peluang untuk mengembangkan usaha peternakan sapi potong di Indonesia . Budidaya sapi potong sangat prospektif, karena permintaan daging sapi baik pasar domestik maupun luar negeri sangat tinggi dan cenderung meningkat. Selain menghasilkan daging, usaha budidaya sapi memberikan banyak manfaat antara lain adalah: menghasilkan pupuk kandang yang dapat diproses menjadi pupuk organik yang banyak mengandung unsur hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur; urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organik yang mahal harganya; pembuatan biogas dari kotoran sapi; kulit sapi dapat dijadikan sebagai bahan baku industri kerajinan kulit dan kerupuk krecek; tulang sapi dapat diolah menjadi bahan bahan seperti; perekat/lem, tepung tulang dan barang kerajinan. Selain itu, sapi juga sering dimanfaatkan untuk menarik gerobak, atau membajak sawah oleh para petani.
Untuk memacu ketersediaan daging sapi nasional maka perlu upaya meningkatkan populasi, dan produktivitas sapi potong. Untuk meningkatkan populasi dan produksi sapi potong, perlu upaya pengembangan usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong. Ketersediaan bibit sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan daging, sehingga diperlukan upaya pengembangan pembibitan sapi potong secara berkelanjutan. Pembibitan dan penggemukan sapi potong saat ini masih berbasis pada peternakan rakyat yang berciri skala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya, dan umumnya lokasi tidak terkonsentrasi.
Untuk memacu peningkatan populasi dan produksi sapi nasional, maka budidaya sapi perlu diarahkan dari teknik ekstensif ke intensif. Umumnya budidaya sapi di Indonesia masih dilakukan secara tradisional (ekstensif) yang banyak dilakukan di desa-desa. Usaha penggemukan sapi secara tradisional umumnya hanya sambilan yang dilakukan oleh para petani untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan jumlahnya juga tidak banyak berkisar 2-5 ekor. Usaha pemeliharaan sapi secara tradisional biasanya menggunakan kandang sederhana dari bambu atau kayu dan perawatannya masih belum begitu memperhatikan sanitasi kandang, jumlah pakan dan gizi yang kurang memadai, pencegahan dan pengendalian penyakit yang kurang diperhatikan. Jika penggemukan sapi potong dilakukan secara intensif dan manajemen yang baik, maka dapat menjadi bisnis yang cukup menjajikan.
Agrotekno Sarana Industri
Jual Probiotik Lactobacillus sp. untuk penggemukan sapi
Jual Probiotik Lactobacillus sp. untuk penggemukan sapi
No comments:
Post a Comment