Agrotekno Lab
087875885444
Jual Bakteri Nata (Acetobacter xylinum)
A.
Potensi |Pasar Produk Nata
Nata
adalah produk pangan berupa jel, berwarna putih, kenyal merupakan hasil
fermentasi bakteri Acetobacter xylinum bahan yang mengandung
karbohidrat Awalnya
produksi nata adalah bertujuan untuk menangani limbah industri
pengolahan
kelapa yang seringkali menjadi masalah pencemaran lingkungan. Nata
berbahan
baku air kelapa kemudian populer disebut nata de coco. Proses produksi
nata de
coco telah mampu meningkatkan nilai tambah limbah air kelapa menjadi
produk
yang bernilai ekonomis. Namun, lambat laun industri nata de coco menjadi
semakin berkembang seiring dengan berkembangnya tingkat permintaan.
Di Indonesia, nata de coco biasa disebut sari
kelapa dan mulai dikenalkan pada tahun 1973, mulai
populer di pasaran pada tahun 1981. Nata de coco pertama kali berasal dari
Filipina. Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim, sedangkan
dalam bahasa Latin disebut 'natare'
berarti terapung. Di pasaran, telah
banyak beredar produk nata de coco disajikan dalam kemasan gelas plastik dicampur sirup dengan aneka
rasa, biasanya juga menjadi campuran minuman cocktail. Di Indonesia produk nata
de coco amat digemari, karena selain rasanya yang nikmat menyegarkan dan
menyehatkan karena kandungan seratnya yang tinggi dan rendah kalori.
Produk minuman siap saji nata de coco memiliki pangsa pasar yang besar dan persaingan yang cukup ketat. Permintaan produk nata de coco cukup tinggi disebabkan produk ini memiliki cita rasa yang nikmat dan kaya serat sehingga baik untuk kesehatan cocok bagi konsumen yang sedang melakukan diet. Karena itu, nata de coco memiliki pangsa pasar yang luas baik dalam negeri maupun luar negeri, dari anak-anak sampai orang dewasa. Nata de coco saat ini sudah semakin familier digunakan untuk berbagai makanan kecil antara lain kue puding, cocktail, manisan, es campur, dan lain-lain. Di pasar domestik, permintaan nata de coco biasanya meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Lebaran, Tahun Baru, natal dan acara-acara penting lainnya. Banyaknya permintaan pada waktu-waktu tersebut, banyak rumah tangga yang membuat usaha musiman nata de coco. Di bulan puasa, di kota-kota seluruh Indonesia banyak para pedagang kolak, es buah, cocktail, yang menggunakan bahan nata sebagai bahan campuran.
Permintaan produk minuman nata de coco meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini mendorong meningkatnya kebutuhan akan bahan baku nata de coco. Kebutuhan bahan baku nata de coco oleh industri besar mendorong para petani nata de coco meningkatkan produksinya hal ini juga berpengaruh meningkatnya kebutuhan bahan baku air kelapa. Permintaan industri minuman nata de coco masih terbilang tinggi dan sebagian belum terpenuhi.
Untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku nata, industri minuman banyak bermitra dengan
para petani nata de coco. Permintaan nata de coco lembaran yang masih tawar
pada bulan-bulan biasa banyak diserap oleh para produsen besar minuman.
Permintaan nata de coco tawar terbilang tinggi, sehingga untuk memenuhi
kebutuhan nata de coco biasanya bermitra dengan para suplaiyer yang bermitra
dengan para petani nata de coco. Kapasitas produksi petani nata de coco umumnya
masih skala industri rumahan. Para
suplaiyer menyuplai nata de coco dalam bentuk nata lembaran atau bentuk
potongan dadu atau potongan serut yang masih tawar. Nata dalam potongan dadu
atau serut memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan nata
dalam bentuk lembaran.
Selain pasar domestik, nata de coco juga memiliki
pasar ekspor yang luas dalam bentuk produk siap saji. Negara-negara tujuan
ekspor antara lain meliputi Eropa,
China, Jepang, Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Timur Tengah.
Filipina, Negara-negara penghasil nata de coco pesaing Indonesia antara lain
adalah Malaysia, Filipina dan Vietnam. Filipina, merupakan pesaing utama produk
nata de coco di pasar ekspor. Filipina menjadi pengekspor terbesar nata de coco
ke Negara Jepang.
B. Bahan Baku Nata
Nata bisa
dihasilkan dari berbagai media, nata dari bahan baku air kelapa atau santan
kelapa disebut nata de coco, nata dari
limbah cair tahu atau limbah cair tempe disebut nata de soya, dari singkong
atau limbah tapioka disebut nata de cassava, dari limbah atau sari buah nenas
disebut nata de pina, dari jagung disebut nata de corn, dan berbagai
umbi-umbian yang memiliki kadar pati tinggi serta buah-buahan bisa digunakan
untuk media nata. Dari media tersebut di atas secara umum memiliki kandungan
serat seloluse yang tinggi hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Namun
kandungan nutrisi, cita rasa, maupun kenampakan
masing-masing media memiliki sedikit perbedaan.
Dari berbagai macam media yang digunakan, nata berbahan baku air kelapa atau santan kelapa lebih disukai oleh konsumen karena memiliki cita rasa yang lebih nikmat, tampilan yang lebih baik dan serat-nya tinggi. Di Indonesia, nata de coco sudah sangat familier baik cita rasa maupun namanya. Namun demikian, banyak pula industri minuman menggunakan nata dari bahan baku lain, mengingat kebutuhan bahan nata sangat besar sedang pasokan nata de coco dari petani masih belum mencukupi.
Indonesia sebagai negara agraris
memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan industri nata, karena
memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah tersebar hampir di seluruh
pelosok negeri, memliki jumlah tenaga kerja yang melimpah pula, selain itu
Indonesia juga memiliki pangsa pasar yang besar produk minuman nata. Bahan baku
untuk menghasilkan nata yang paling dominan digunakan adalah berasal dari
limbah air kelapa, limbah cair industri tahu, limbah cair industri tempe,
limbah industri gula, limbah industri berbahan dasar nenas dan umbi-umbian yang
mengandung pati. Indonesia kaya hasil
pertanian yang menghasilkan pati seperti singkong, ubi jalar, jagung, dan
lain-lain yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan nata.
Bahan
baku air kelapa merupakan faktor penting yang menentukan tingkat produksi dan
kontinuitas industri nata de coco. Bahan baku air kelapa di Indonesia pada
umumnya berasal dari industri-industri kopra, industri makanan kecil misalnya geplak, industri minyak klentik,
atau jasa pemarutan kelapa di pasar-pasar. Pada umumnya industri-industri
makanan tersebut memanfaatkan daging buah kelapa sebagai produk utama nya dan
air kelapanya dibuang sehingga menjadi limbah, akan tetapi saat ini air kelapa
pun menjadi bernilai ekonomis karena telah banyak dimanfaatkan salah satunya
adalah sebagai bahan baku nata de coco.
Indonesia juga memiliki banyak sentra-sentra industri tahu-tempe yang menghasilkan limbah cair yang bisa dijadikan sebagai bahan baku alternatif untuk memproduksi nata de soya. Limbah cair industri tahu dan tempe masih memiliki kandungan karbohidrat, protein dan vitamin B sehingga potensial untuk dijadikan sebagai produk nata yang kaya serat dan menyehatkan. Limbah cair industri tahu-tempe juga masih belum termanfaatkan dengan baik dan masih terbuang sia-sia, bahkan menjadi masalah pencemaran lingkungan.
Indonesia
juga memiliki banyak sentra industri tapioka, yang mana industri ini
menghasilkan limbah cair yang cukup banyak. Limbah cair tapioka ini masih
memiliki kandungan pati yang bisa dimanfaatkan memproduksi nata de cassava.
Saat ini limbah tapioka belum banyak yang tertarik untuk mengolah menjadi
produk bernilai ekonomis. Nata de cassava yang berasal dari limbah tapioka
tersebut juga memiliki karakteristik mirip dengan nata de coco.
Sumber
bahan baku lainnya untuk memproduksi nata berasal dari limbah industri gula.
Limbah industri gula bisa dimanfaatkan untuk memproduksi nata karena memiliki
kandungan gula yang masih cukup tinggi. Indonesia memiliki beberapa industri
gula antara lain di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan lain-lain. Limbah
industri gula sebagian telah dimanfaatkan untuk beberapa industri antara lain
pakan ternak, briket, vetsint dan lain-lain. Kekurangan bahan baku nata juga
bisa dengan menggunakan buah-buahan antara lain adalah buah nenas, jambu dan
lain-lain sebagai aliterernatif. Pada buku ini kita hanya akan membahas tentang
industri nata de coco dan nata de soya ditinjau dari beberapa aspek.
C. Proses
Produksi Nata De Coco
1. Siapkan
nampan yang akan digunakan dan telah disterilkan terlebih dulu dengan dijemur
hingga kering. Kemudian nampan tersebut ditutup koran dan diikat dengan tali
karet ban dan disusun pada rak-rak, bisa ditumpuk 5 sampai 7 nampan.
2. Air
kelapa yang akan digunakan disaring dengan menggunakan saringan untuk
memisahkan kontaminan berupa material fisik.
3. Masukan air kelapa sebanyak 50 liter ke dalam panci.
4. Rebus
air kelapa sampai mendidih. Buang busa yang terbentuk selama pemanasan.
5. Setelah
mendidih tambahkan bahan-bahan pembantu gula pasir, ZA, dan terakhir asam cuka pekat sampai larutan
mencapai keasaman pH 3-4.
6. Kemudian
larutan tersebut dalam keadaan panas dituangkan ke dalam nampan yang telah
disterilkan dan telah ditutup koran diikat tali karet ban.
7. Setelah
media air kelapa dingin (suhu kamar) kira-kira 7 jam, ditambahkan stater Acetobacter xylinum sebanyak 120 ml
untuk tiap nampan yang berisi 1,2 liter larutan dan wadah ditutup kembali
dengan koran. Inkubasi dilakukan selama 7-8 hari dalam ruangan yang telah
dikondisikan suhu, kelembaban dan kebersihan lingkungannya. Ruang fermentasi
diusahakan tertutup, kering dan tidak ada aktivitas orang lalu lalang. Pada
saat inkubasi inilah terjadi proses fermentasi, yaitu terbentuknya lapisan nata
dipermukaan media larutan.
8. Setelah
proses inkubasi selama 7-8 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Ketebalan nata
dapat mencapai 1-1,5 cm. Dalam kondisi normal fermentasi selama 8 hari sudah
mencapai ketebalan yang dimaksud. Nata lempeng dipisahkan dari nampan ditampung
sementara dengan menggunakan ember. Media yang tidak jadi atau atau berjamur
dipisahkan langsung dengan menggunakan wadah yang berbeda. Cairan nata yang
tidak jadi dan tercemar jamur segera dibuang jauh dari ruang fermentasi.
9. Sortasi
atau pemisahan nata berdasarkan kualitas. Sortasi dilakukan sebelum lembaran
nata tersebut dimasukan dalam wadah penampungan. Jangan mencampurkan nata yang
bagus dengan yang jelek. Nata yang terkontaminsasi dengan jamur, berlubang,
tipis dipisahkan sendiri. Nata yang terkontaminasi jamur dapat menjalar
mengkontaminasi lebih luas. Lapisan tipis yang terdapat di lembaran nata
selanjutnya dibersihkan dengan cara mengerok atau menggosok dengan kertas
koran.
10. Penyimpanan
nata dalam bak atau drum plastik dengan menambahkan air kurang lebih 20% volume
bak atau drum plastik tersebut. Selama
penyimpanan hindari terkena cahaya matahari secara langsung, terkontaminasi
dengan bahan kimia berbahaya, kekurangan air. Dan harus sering melakukan
penggantian air agar nata tetap baik. Kerusakan yang sering terjadi selama
penyimpanan dalam bak penampungan adalah nata berlubang, nata mudah sobek,
berjamur dan berubah warna menjadi kemerahan, bau busuk dan nata hancur menjadi
air kembali. Nata yang tidak terendam selama penyimpanan, pada permukaannya
ditumbuhi jamur dan akan menyebabkan kebusukan.
No comments:
Post a Comment