Friday, July 21, 2017

Teknik Produksi Nata De Cassava



Agrotekno Lab
087875885444
Jual Bibit Nata (Acetobacter xylinum)
Secara umum tahapan proses produksi nata de cassava adalah sebagai berikut: pengupasan singkong; pencucian, pemarutan, pengenceran, perendaman, perebusan I, pendinginan, penyaringan, perebusan II, fermentasi, pemanenan, pengolahan. Untuk memproduksi nata de cassava dapat menggunakan formulasi  sebagai berikut: larutan singkong 50 liter, ZA 150 gr, Asam asetat 200 ml, enzim alfa-amylase 2,5 ml, enzim  gluco-amylase 1,5 ml. Urutan proses pembutan nata de cassava adalah sebagai berikut:
1.            Pengupasan
Singkong yang telah ditimbang, kemudian dikupas dengan menggunakan pisau. Kemudian singkong yang telah dikupas ditampung dalam ember yang berisi air agar tidak terjadi penambahan asam sianida yang menyebabkan warna singkong menjadi biru dan berasa pahit.
2.            Pencucian
Singkong yang telah dikupas, kemudian dicuci hingga bersih dengan menggunakan air yang mengalir.
3.            Pemarutan
Proses pemarutan dilakukan dengan menggunakan mesin pemarut. Proses pemarutan dengan menggunakan mesin pemarut lebih efesien dan lebih cepat.
4.            Pengenceran
Singkong yang telah diparut kemudian diencerkan dengan penambahan air bersih kurang lebih 10 liter per 1 Kg umbi singkong yang telah dikupas. Air yang digunakan untuk pengenceran harus dengan menggunakan air yang bebas dari bahan kimia seperti kaporit atau tercemar bahan kimia lainnya.
5.            Perebusan I
Tambahkan enzim αlfa-amilasi sebanyak 2,5 ml. Kemudian lakukan pengadukan sampai merata. Setelah mendidih, larutan diangkat kemudian pada saat proses pendinginan mencapai suhu kurang lebih 60-65˚C ditambahkan enzim gluco-amylase sebanyak 1,5 ml, biarkan sampai dingin kurang lebih 2-3 hari agar terjadi proses pengasaman.
6.            Penyaringan
Setelah larutan menjadi dingin lakukan penyaringan dan pemerasan/pengepresan dengan menggunakan kain atau menggunakan alat pengepres mekanik.
7.            Perebusan II
Larutan sebanyak 50 liter yang telah disaring dan dipisahkan ampasnya, kemudian direbus lagi. Kemudian tambahkan asam asetat sebanyak 200 ml. Setelah mendidih tambahkan ZA (ammonium sulfat) sebanyak 150 gram.
8.            Fermentasi

Setelah larutan mendidih, susun nampan yang telah ditutup koran pada rak. Kemudian buka bagian salah satu bagian ujung nampan, tuangkan larutan ke dalam nampan kemudian ditutup kembali dan diikat dengan tali karet ban, disusun di rak sebagaimana dalam proses produksi nata de coco seperti di atas, kemudian diinokulasi dengan penambahan bibit Acetobacter xylinum sebanyak 10 % atau kurang lebih 100-120 ml,

Peluang Bisnis Nata De Coco dan Nata De Cassava











Agrotekno Lab
087875885444

Jual Bibit Nata (Acetobacter xylinum)





            Nata de coco adalah produk hasil fermentasi air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum.            Nata de coco pada mulanya adalah produk yang diorientasikan untuk menangani limbah air kelapa sehingga dianggap hanya sebagai produk sampingan saja. Nata dapat dibuat dari berbagai macam media antara lain air kelapa (nata de coco), singkong atau limbah pengolahan singkong (nata de cassava), limbah pengolahan nanas (nata de pina), dan lain-lain. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari kelapa.
            Saat ini telah beredar di pasaran produk nata de coco dalam berbagai bentuk kemasan dan cita rasa yang  beragam, baik produk yang diproduksi industri  kecil atau industri besar dengan harga yang cukup lumayan. Meskipun bersaing cukup ketat, akan tetapi pangsa pasar yang tersedia cukup besar. Namun saat ini permintaan nata de coco oleh industri  minuman yang begitu besar maka produk nata de coco bukan lagi sekedar produk sampingan. Bahkan mampu menjadi produk unggulan karena memiliki prospek pasar yang cerah ke depannya. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan industri nata de coco karena memiliki pangsa pasar yang besar dan bahan baku yang melimpah  tersebar hampir di seluruh pelosok negeri serta SDM yang murah.
            Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan besar yang memproduksi nata de coco menjadi produk minuman siap saji antara lain wong coco, inaco, garuda food, serta beberapa industri kecil lainya yang sudah tersebar di seluruh pelosok tanah air. Untuk memenuhi kontinuitas kebutuhan bahan baku nata yang cukup besar, industri besar bermitra dengan para petani-petani nata de coco yang menghasilkan bahan nata setengah jadi dalam bentuk lembaran-lembaran.
Selain nata de coco, Indonesia juga sangat potensial mengembangkan nata de cassava karena bahan bakunya melimpah yaitu singkong atau berasal dari limbah industri pengolahan singkong seperti industri tapioca atau mocaf. Nata de cassava memiliki karateristik tidak jauh berbeda dengan nata de coco yaitu warnanya putih, kenyal, dan kandungan seratnya tinggi. Selain itu, nata de cassava juga memiliki tekstur yang halus rata pada bagian permukaannya dan memiliki aroma tidak menyengat. Nata de cassava memiliki potensi yang besar menjadi pesaing produk nata de coco, karena memiliki kualitas produk yang tidak kalah dengan nata de coco. Saat ini, produk minuman kemasan nata de cassava sudah mulai populer.
            Disamping sebagai produk bahan minuman, nata saat ini sudah semakin familier digunakan untuk berbagai makanan kecil antara lain kue puding, manisan, es campur, dan lain-lain. Di pasar domestik, permintaan nata de coco dan nata de cassava biasanya meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Lebaran, Tahun Baru, natal dan acara-acara  penting lainnya. Tingginya permintaan produk nata de coco atau nata dari bahan lainnya oleh industri minuman merupakan bisnis yang menarik untuk dikembangkan. Usaha produksi nata de coco atau nata de cassava mudah dijalankan meskipun dalam skala home industri. Selain itu, proses produksi nata de coco atau nata de cassava sederhana dan alat-alatnya tidak bermodal besar sehingga dapat dilakukan siapa saja yang memiliki tekad yang kuat dan tekun.

Peluang Bisnis Dan Teknik Produksi Nata De Coco



Agrotekno Consultant
087875885444
Jual Bibit Acetobacter xylinum
Peluang bisnis nata de coco cukup menjajikan, saat ini berbagai aneka produk nata de coco di pasaran  cukup banyak dengan berbagai variasi cita rasa, baik diproduksi produsen skala besar atau home industri. Hal ini menunjukan bahwa pangsa pasar produk nata de coco cukup besar. Beberapa produk nata de coco telah menembus pasar manca negara. Permintaan nata de coco meningkat umumnya pada musim panas, bulan puasa dan lebaran. Nata de coco dapat diolah menjadi minuman kemasan siap saji yang lezat dan nikmat. Pemasaran relatif mudah dengan kerjasama dengan warung, took, atau supermarket. Selain itu, kita juga dapat menjadi pemasok nata de coco setengah jadi berupa lembaran atau potongan yang disuplai ke pabrik minuman kemasan skala besar seperti Garuda Food, Wong Coco, Inaco, dan lain-lain.
Jika anda tertarik untuk berwirausaha nata de coco, maka penting sekali untuk menguasai teknik produksi membuat nata de coco. Membuat nata de coco tidak lah sulit. Usaha nata de coco dapat dikerjakan dalam skala rumah tangga dan modal yang tidak terlalu besar. Proses produksi nata de coco adalah meliputi dari penerimaan bahan baku air kelapa sampai menjadi produk setengah jadi atau menjadi produk siap saji. Proses Produksi nata de coco dapat dilakukan setelah bibit Acetobacter xylinum diperbanyak sesuai kebutuhan rencana produksi. Proses produksi nata de coco adalah sebagai berikut:
a). Bahan Baku Dan Bahan Pembantu
1.      Air kelapa 50 liter
2.    Gula pasir 200 gr
3.  Asam asetat 200 ml
b). Peralatan
1.      Nampan ukuran 34 x 27 x 5 cm, 2000 nampan.
2.      Timbangan kapasitas 1000 gr untuk menimbang bahan di bawah 1000 gr.
3.      Tungku berbahan bakar kayu.
4.      Corong plastik  untuk memasukkan air kelapa dan minyak tanah.
5.      Saringan plastik diameter 30 cm, untuk memisahkan kotoran.
6.      Panci stainless kapasitas 50 liter, 4 buah untuk merebus media air kelapa.
1.      Bak plastik kapasitas 30 liter  6 buah untuk  penampung nata.
2.      Kertas koran ukuran 36 x 28 cm 50 Digunakan menutup nampan selama fermentasi.
3.      Gelas ukur plastik kapasitas 1 liter sebagai alat ukur volume untuk  menuang cairan ke dalam nampan.
4.      Kain lap untuk membersihkan nampan.
5.      Karet ban sesuai ukuran nampan untuk mengikat koran pada loyang
6.      Karet gelang untuk mengikat loyang agar koran tidak menempel di media.
7.      Pengaduk kayu  untuk mengaduk air kelapa pada  saat perebusan.
c). Prosedur Kerja  
1.      Siapkan nampan yang akan digunakan dan telah disterilkan terlebih dulu dengan dijemur hingga kering. Kemudian nampan tersebut ditutup koran dan diikat dengan tali karet ban dan disusun pada rak-rak, bisa ditumpuk 5 sampai 7 nampan.
2.      Air kelapa yang akan digunakan disaring dengan menggunakan saringan untuk memisahkan kontaminan berupa material fisik. Air kelapa yang baik pH 3-4.
3.      Masukan  air kelapa sebanyak 50 liter ke dalam panci.
4.      Rebus air kelapa sampai mendidih. Buang busa yang terbentuk selama pemanasan.
5.     Setelah mendidih tambahkan bahan-bahan pembantu gula pasir, dan  terakhir asam cuka pekat sampai larutan mencapai keasaman pH 3-4.
6.      Kemudian larutan tersebut dalam keadaan panas dituangkan ke dalam nampan yang telah disterilkan dan telah ditutup koran diikat tali karet ban.
7.      Setelah media air kelapa dingin (suhu kamar) kira-kira 7 jam, ditambahkan stater Acetobacter xylinum sebanyak 120 ml untuk tiap nampan yang berisi 1,2 liter larutan dan wadah ditutup kembali dengan koran. Inkubasi dilakukan selama 7-8 hari dalam ruangan yang telah dikondisikan suhu, kelembaban dan kebersihan lingkungannya. Ruang fermentasi diusahakan tertutup, kering dan tidak ada aktivitas orang lalu lalang. Pada saat inkubasi inilah terjadi proses fermentasi, yaitu terbentuknya lapisan nata dipermukaan media larutan.
8.      Setelah proses inkubasi selama 7-8 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Ketebalan nata dapat mencapai 1-1,5 cm. Dalam kondisi normal fermentasi selama 8 hari sudah mencapai ketebalan yang dimaksud. Nata lempeng dipisahkan dari nampan ditampung sementara dengan menggunakan ember. Media yang tidak jadi atau atau berjamur dipisahkan langsung dengan menggunakan wadah yang berbeda. Cairan nata yang tidak jadi dan tercemar jamur segera dibuang jauh dari ruang fermentasi. Kriteria keberhasilan dalam pembuatan nata yaitu terbentuknya nata berwarna putih kekuningan, tidak terdapat jamur dan noda dengan ketebalan 1-1.5 cm, permukaan sempurna/ tidak cacat, cairan dalam nampan hampir tidak ada.
9.      Sortasi atau pemisahan nata berdasarkan kualitas. Sortasi dilakukan sebelum lembaran nata tersebut dimasukan dalam wadah penampungan. Jangan mencampurkan nata yang bagus dengan yang jelek. Nata yang terkontaminsasi dengan jamur, berlubang, tipis dipisahkan sendiri. Nata yang terkontaminasi jamur dapat menjalar mengkontaminasi lebih luas. Lapisan tipis yang terdapat di lembaran nata selanjutnya dibersihkan dengan cara mengerok dengan pisau.
10.  Penyimpanan nata dalam bak atau drum plastik dengan menambahkan air kurang lebih 20% volume bak atau drum plastik tersebut.  Selama penyimpanan hindari terkena cahaya matahari secara langsung, terkontaminasi dengan bahan kimia berbahaya, kekurangan air. Nata yang tidak terendam selama penyimpanan, pada permukaannya ditumbuhi jamur dan akan menyebabkan kebusukan.
11.  Nata lembaran dipotong-potong dengan bentuk dadu, serut, atau bubble dapat menggunakan mesin pemotong jika kapasitas besar, atau dengan menggunakan pisau atau gunting untuk skala home industri.
12.  Jika akan disajikan atau dikemas sebagai minuman sirup nata de coco,  nata potongan tersebut direbus 2-3 kali, air rebusan dibuang hingga bau menjadi netral. Nata potongan tersebut siap disajikan bersama sirup atau sebagai produk olahan lainnya.

Teknik Proses Produksi Nata De Coco






Agrotekno Lab - Jual Bibit Acetobacter xylinum
087875885444
Proses produksi nata de coco tidaklah sulit. Pertama yang harus dilakukan adalha dengan menyediakan tempat produksi yang luasnya disesuaikan dengan kapasitas produksi untuk tempat fermentasi, penyimpanan alat, penyimpanan bibit, pemotongan nata, penyimpanan hasil panen, tempat pencucian alat, dan ruang kantor. Jika tempat telah tersedia, maka langkah selantunya adalah menyediakan alat-alat dan bahan baku yaitu air kelapa, serta bahan pembantu yaitu, dan gula pasir. Tahap pertama yang dilakukan jika alat-alat telah tersedia adalah perbanyakan bibit bakteri Acetobacter xylinum. Setelah bibit bakteri diperbanyak, maka proses produksi nata de coco dapat dilakukan. 
a). Bahan baku dan bahan pembantu  
1)      Air kelapa 50 liter
2)        Gula pasir 250 gr
b). Kebutuhan Alat
1)      Nampan ukuran 34 x 27 x 5 cm.
2)      Timbangan kapasitas 1000 gr untuk menimbang bahan di bawah 1000 gr.
3)      Tungku berbahan bakar kayu.
4)      Corong plastik  untuk memasukkan air kelapa dan minyak tanah.
5)      Saringan plastik diameter 30 cm, untuk memisahkan kotoran.
6)      Panci stainless kapasitas 50 liter, 4 buah untuk merebus media air kelapa.
7)      Bak plastik kapasitas 30 liter  6 buah untuk  penampung nata.
8)      Kertas koran ukuran 36 x 28 cm 50 Digunakan menutup nampan selama fermentasi.
9)      Gelas ukur plastik kapasitas 1 liter sebagai alat ukur volume untuk  menuang cairan ke dalam nampan.
10)  Kain lap untuk membersihkan nampan.
11)  Karet ban sesuai ukuran nampan untuk mengikat koran pada loyang
12)  Karet gelang untuk mengikat loyang agar koran tidak menempel di media.
13)  Pengaduk kayu  untuk mengaduk air kelapa pada  saat perebusan.
c). Teknik Produksi
1.      Siapkan nampan yang akan digunakan dan telah disterilkan terlebih dulu dengan dijemur hingga kering. Kemudian nampan tersebut ditutup koran dan diikat dengan tali karet ban dan disusun pada rak-rak, bisa ditumpuk 5 sampai 7 nampan.
2.      Air kelapa yang akan digunakan disaring.
3.      Masukan  air kelapa sebanyak 50 liter ke dalam panci.
4.      Rebus air kelapa sampai mendidih. Buang busa yang terbentuk selama pemanasan.
5.      Setelah mendidih tambahkan bahan-bahan pembantu gula pasir, dan jika perlu tambahkan asam cuka pekat sampai larutan mencapai keasaman pH 3-4.
6.      Kemudian larutan tersebut dalam keadaan panas dituangkan ke dalam nampan yang telah disterilkan dan telah ditutup koran diikat tali karet ban.
7.      Setelah media air kelapa dingin (suhu kamar) kira-kira 7 jam, ditambahkan stater Acetobacter xylinum sebanyak 120 ml untuk tiap nampan yang berisi 1,2 liter larutan dan wadah ditutup kembali dengan koran. Inkubasi dilakukan selama 7-8 hari dalam ruangan yang telah dikondisikan suhu, kelembaban dan kebersihan lingkungannya.
8.      Setelah proses inkubasi selama 7-8 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Nata lembaran  dipisahkan dari nampan ditampung sementara dengan menggunakan ember. Media yang tidak jadi atau atau berjamur dipisahkan langsung dengan menggunakan wadah yang berbeda.
9.      Sortasi atau pemisahan nata berdasarkan kualitas. Sortasi dilakukan sebelum lembaran nata tersebut dimasukan dalam wadah penampungan. Jangan mencampurkan nata yang bagus dengan yang jelek. Nata yang terkontaminsasi dengan jamur, berlubang, tipis dipisahkan sendiri. Nata yang terkontaminasi jamur dapat menjalar mengkontaminasi lebih luas. Lapisan tipis yang terdapat di lembaran nata selanjutnya dibersihkan dengan cara mengerok atau menggosok dengan kertas koran.

10.  Penyimpanan nata dalam bak atau drum plastik dengan menambahkan air hingga tertutup seluruh nata.  Selama penyimpanan hindari terkena cahaya matahari secara langsung, terkontaminasi dengan bahan kimia berbahaya, kekurangan air. 

Teknik Produksi Nata De Coco




Agrotekno Lab
087875885444
Jual Bibit Bakteri Acetobacter xylinum

A. Prospek Pasar Industri Nata     
            Nata de coco adalah produk hasil fermentasi air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum.Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia, nata de coco mulai diperkenalkan pada tahun 1973 dan  mulai dikenal luas di pasaran pada tahun 1981. Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata dalam bahasa Latin  'natare'  berarti terapung. Nata dapat dibuat dari berbagai macam media antara lain air kelapa (nata de coco), singkong atau limbah pengolahan singkong (nata de cassava), limbah pengolahan nanas (nata de pina), dan lain-lain. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari kelapa.
            Nata de coco pada mulanya adalah produk yang diorientasikan untuk menangani limbah air kelapa sehingga dianggap hanya sebagai produk sampingan saja. Saat ini telah beredar di pasaran produk nata de coco dalam berbagai bentuk kemasan dan cita rasa yang  beragam, baik produk yang diproduksi industri  kecil atau industri besar dengan harga yang cukup lumayan. Meskipun bersaing cukup ketat, akan tetapi pangsa pasar yang tersedia cukup besar. Namun saat ini permintaan nata de coco oleh industri  minuman yang begitu besar maka produk nata de coco bukan lagi sekedar produk sampingan. Bahkan mampu menjadi produk unggulan karena memiliki prospek pasar yang cerah ke depannya. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan industri nata de coco karena memiliki pangsa pasar yang besar dan bahan baku yang melimpah  tersebar hampir di seluruh pelosok negeri serta SDM yang murah.
            Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan besar yang memproduksi nata de coco menjadi produk minuman siap saji antara lain wong coco, inaco, garuda food, serta beberapa industri kecil lainya yang sudah tersebar di seluruh pelosok tanah air. Untuk memenuhi kontinuitas kebutuhan bahan baku nata yang cukup besar, industri besar bermitra dengan para petani-petani nata de coco yang menghasilkan bahan nata setengah jadi dalam bentuk lembaran-lembaran.
Selain nata de coco, Indonesia juga sangat potensial mengembangkan nata de cassava karena bahan bakunya melimpah yaitu singkong atau berasal dari limbah industri pengolahan singkong seperti industri tapioca atau mocaf.Nata de cassava memiliki karateristik tidak jauh berbeda dengan nata de coco yaitu warnanya putih, kenyal, dan kandungan seratnya tinggi.Selain itu, nata de cassava juga memiliki tekstur yang halus rata pada bagian permukaannya dan memiliki aroma tidak menyengat.Nata de cassava memiliki potensi yang besar menjadi pesaing produk nata de coco, karena memiliki kualitas produk yang tidak kalah dengan nata de coco.Saat ini, produk minuman kemasan nata de cassava sudah mulai populer.
            Disamping sebagai produk bahan minuman, nata saat ini sudah semakin familier digunakan untuk berbagai makanan kecil antara lain kue puding, manisan, es campur, dan lain-lain. Di pasar domestik, permintaan nata de coco dan nata de cassava biasanya meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Lebaran, Tahun Baru, natal dan acara-acara  penting lainnya. Tingginya permintaan produk nata de coco atau nata dari bahan lainnya oleh industri minuman merupakan bisnis yang menarik untuk dikembangkan.Usaha produksi nata de coco atau nata de cassava mudah dijalankan meskipun dalam skala home industri. Selain itu, proses produksi nata de coco atau nata de cassava sederhana dan alat-alatnya tidak bermodal besar sehingga dapat dilakukan siapa saja yang memiliki tekad yang kuat dan tekun.
Proses Produksi Nata De Coco
1.      Langkah pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan nampan yang akan digunakan. Kemudian nampan tersebut ditutup koran dan di ikat dengan tali karet ban.
2.      Air kelapa yang akan digunakan disaring dengan menggunakan saringan untuk memisahkan kontaminan berupa material fisik.
3.      Masukan  air kelapa sebanyak 50 lt ke dalam panci.
4.      Rebus air kelapa sampai mendidih. Buanglah busa yang terbentuk selama pemanasan.
5.      Setelah mendidih tambahkan bahan-bahan pembantu gula pasir, ZA, dan  terakhir asam cuka/asam asetat.
6.      Selanjutnya larutan tersebut dalam keadaan panas dituangkan dalam nampan yang telah ditutup korandan diikat tali karet ban dengan cara membuka salah satu bagian ujung nampan.
7.      Setelah media air kelapa dingin (suhu kamar) kira-kira 7 jam, ditambahkan stater Acetobacter xylinum sebanyak 100-120 ml untuk tiap 1.2 liter media dan wadah ditutup kembali dengan koran. Inkubasi dilakukan selama 8 hari dalam ruangan yang telah dikondisikan suhu, kelembaban dan kebersihan lingkungannya. Ruang fermentasi diusahakan tertutup, kering dan tidak ada aktivitas orang yang lalu lalang.
8.      Setelah proses inkubasi selama 8 hari,dilakukan pemanenan. Ketebalan nata dapat mencapai 1- 1.5 cm. Dalam kondisi normal fermentasi selama 8 hari sudah mencapai ketebalan yang dimaksud. Nata lempeng dipisahkan dari nampan ditampung sementara dengan menggunakan ember. Media yang tidak jadi atau atau berjamur dipisahkan langsung dengan menggunakan wadah yang berbeda.
9.      Sortasi atau pemisahan nata berdasarkan kualitas. Sortasi dilakukan sebelum lembaran nata tersebut dimasukan dalam wadah penampungan. Jangan mencampurkan lempengan nata yang bagus dengan yang jelek. Nata yang terkontaminsasi dengan jamur, berlubang, tipis dipisahkan sendiri.
10.  Penyimpanan nata dalam bak atau drum plastik dengan menambahkan air kurang lebih 20% volume bak atau drum plastik tersebut.  Selama penyimpanan hindari terkena cahaya matahari secara langsung, terkontaminasi dengan bahan kimia berbahaya, kekurangan air. Dan harus sering melakukan penggantian air agar nata tetap baik.

Peluang Bisnis Nata De Coco







Agrotekno Lab
087875885444
Jual Bakteri Nata (Acetobacter xylinum)


A. Potensi |Pasar Produk Nata
Nata adalah produk pangan berupa jel, berwarna putih, kenyal merupakan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum bahan yang  mengandung karbohidrat  Awalnya produksi nata adalah bertujuan untuk menangani limbah industri pengolahan kelapa yang seringkali menjadi masalah pencemaran lingkungan. Nata berbahan baku air kelapa kemudian populer disebut nata de coco. Proses produksi nata de coco telah mampu meningkatkan nilai tambah limbah air kelapa menjadi produk yang bernilai ekonomis. Namun, lambat laun industri nata de coco menjadi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya tingkat permintaan.
 Di Indonesia, nata de coco biasa disebut sari kelapa dan  mulai dikenalkan pada tahun 1973, mulai populer di pasaran pada tahun 1981. Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim, sedangkan dalam bahasa Latin disebut 'natare'  berarti terapung.  Di pasaran, telah banyak beredar produk nata de coco disajikan dalam kemasan gelas plastik dicampur sirup dengan aneka rasa, biasanya juga menjadi campuran minuman cocktail. Di Indonesia produk nata de coco amat digemari, karena selain rasanya yang nikmat menyegarkan dan menyehatkan karena kandungan seratnya yang tinggi dan rendah kalori. 

Produk minuman siap saji nata de coco memiliki pangsa pasar yang besar dan persaingan yang cukup ketat. Permintaan produk nata de coco cukup tinggi disebabkan produk ini memiliki cita rasa yang nikmat dan kaya serat sehingga baik untuk kesehatan cocok bagi konsumen yang sedang melakukan diet. Karena itu, nata de coco memiliki pangsa pasar yang luas baik dalam negeri maupun luar negeri, dari anak-anak sampai orang dewasa. Nata de coco saat ini sudah semakin familier digunakan untuk berbagai makanan kecil antara lain kue puding, cocktail, manisan, es campur, dan lain-lain. Di pasar domestik, permintaan nata de coco biasanya meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Lebaran, Tahun Baru, natal dan acara-acara penting lainnya. Banyaknya permintaan pada waktu-waktu tersebut, banyak rumah tangga yang membuat usaha musiman nata de coco. Di bulan puasa, di kota-kota seluruh Indonesia banyak para pedagang kolak, es buah, cocktail, yang menggunakan bahan nata sebagai bahan campuran.

Permintaan produk minuman nata de coco meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini mendorong meningkatnya kebutuhan akan bahan baku nata de coco. Kebutuhan bahan baku nata de coco oleh industri besar mendorong para petani nata de coco meningkatkan produksinya hal ini juga berpengaruh meningkatnya kebutuhan bahan baku air kelapa. Permintaan industri minuman nata de coco masih terbilang tinggi dan sebagian belum terpenuhi. 

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku nata, industri minuman banyak bermitra dengan para petani nata de coco. Permintaan nata de coco lembaran yang masih tawar pada bulan-bulan biasa banyak diserap oleh para produsen besar minuman. Permintaan nata de coco tawar terbilang tinggi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nata de coco biasanya bermitra dengan para suplaiyer yang bermitra dengan para petani nata de coco. Kapasitas produksi petani nata de coco umumnya masih skala industri rumahan.  Para suplaiyer menyuplai nata de coco dalam bentuk nata lembaran atau bentuk potongan dadu atau potongan serut yang masih tawar. Nata dalam potongan dadu atau serut memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan nata dalam bentuk lembaran.
 Selain pasar domestik, nata de coco juga memiliki pasar ekspor yang luas dalam bentuk produk siap saji. Negara-negara tujuan ekspor antara lain meliputi  Eropa, China, Jepang, Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Timur Tengah. Filipina, Negara-negara penghasil nata de coco pesaing Indonesia antara lain adalah Malaysia, Filipina dan Vietnam. Filipina, merupakan pesaing utama produk nata de coco di pasar ekspor. Filipina menjadi pengekspor terbesar nata de coco ke Negara Jepang.
B. Bahan Baku Nata
Nata bisa dihasilkan dari berbagai media, nata dari bahan baku air kelapa atau santan kelapa  disebut nata de coco, nata dari limbah cair tahu atau limbah cair tempe disebut nata de soya, dari singkong atau limbah tapioka disebut nata de cassava, dari limbah atau sari buah nenas disebut nata de pina, dari jagung disebut nata de corn, dan berbagai umbi-umbian yang memiliki kadar pati tinggi serta buah-buahan bisa digunakan untuk media nata. Dari media tersebut di atas secara umum memiliki kandungan serat seloluse yang tinggi hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Namun kandungan nutrisi, cita rasa, maupun kenampakan  masing-masing media memiliki sedikit perbedaan. 

Dari berbagai macam media yang digunakan, nata berbahan baku air kelapa atau santan kelapa lebih disukai oleh konsumen karena memiliki  cita rasa yang lebih nikmat, tampilan yang lebih baik dan serat-nya tinggi. Di Indonesia, nata de coco sudah sangat familier baik cita rasa maupun namanya. Namun demikian, banyak pula industri minuman menggunakan nata dari bahan baku lain, mengingat kebutuhan bahan nata sangat besar sedang pasokan nata de coco dari petani  masih belum mencukupi.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan industri nata, karena memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah tersebar hampir di seluruh pelosok negeri, memliki jumlah tenaga kerja yang melimpah pula, selain itu Indonesia juga memiliki pangsa pasar yang besar produk minuman nata. Bahan baku untuk menghasilkan nata yang paling dominan digunakan adalah berasal dari limbah air kelapa, limbah cair industri tahu, limbah cair industri tempe, limbah industri gula, limbah industri berbahan dasar nenas dan umbi-umbian yang mengandung pati. Indonesia  kaya hasil pertanian yang menghasilkan pati seperti singkong, ubi jalar, jagung, dan lain-lain yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan nata.
Bahan baku air kelapa merupakan faktor penting yang menentukan tingkat produksi dan kontinuitas industri nata de coco. Bahan baku air kelapa di Indonesia pada umumnya berasal dari industri-industri kopra, industri makanan kecil  misalnya geplak, industri minyak klentik, atau jasa pemarutan kelapa di pasar-pasar. Pada umumnya industri-industri makanan tersebut memanfaatkan daging buah kelapa sebagai produk utama nya dan air kelapanya dibuang sehingga menjadi limbah, akan tetapi saat ini air kelapa pun menjadi bernilai ekonomis karena telah banyak dimanfaatkan salah satunya adalah sebagai bahan baku nata de coco.

Indonesia juga memiliki banyak sentra-sentra industri tahu-tempe yang menghasilkan limbah cair yang bisa dijadikan sebagai bahan baku alternatif untuk memproduksi nata de soya. Limbah cair industri tahu dan tempe masih memiliki kandungan karbohidrat, protein dan vitamin B sehingga potensial untuk dijadikan sebagai produk nata yang kaya serat dan menyehatkan. Limbah cair industri tahu-tempe juga masih belum termanfaatkan dengan baik dan masih terbuang sia-sia, bahkan menjadi masalah pencemaran lingkungan.   

Indonesia juga memiliki banyak sentra industri tapioka, yang mana industri ini menghasilkan limbah cair yang cukup banyak. Limbah cair tapioka ini masih memiliki kandungan pati yang bisa dimanfaatkan memproduksi nata de cassava. Saat ini limbah tapioka belum banyak yang tertarik untuk mengolah menjadi produk bernilai ekonomis. Nata de cassava yang berasal dari limbah tapioka tersebut juga memiliki karakteristik mirip dengan nata de coco.
Sumber bahan baku lainnya untuk memproduksi nata berasal dari limbah industri gula. Limbah industri gula bisa dimanfaatkan untuk memproduksi nata karena memiliki kandungan gula yang masih cukup tinggi. Indonesia memiliki beberapa industri gula antara lain di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan lain-lain. Limbah industri gula sebagian telah dimanfaatkan untuk beberapa industri antara lain pakan ternak, briket, vetsint dan lain-lain. Kekurangan bahan baku nata juga bisa dengan menggunakan buah-buahan antara lain adalah buah nenas, jambu dan lain-lain sebagai aliterernatif. Pada buku ini kita hanya akan membahas tentang industri nata de coco dan nata de soya ditinjau dari beberapa aspek.
C. Proses Produksi Nata De Coco
1.      Siapkan nampan yang akan digunakan dan telah disterilkan terlebih dulu dengan dijemur hingga kering. Kemudian nampan tersebut ditutup koran dan diikat dengan tali karet ban dan disusun pada rak-rak, bisa ditumpuk 5 sampai 7 nampan.
2.      Air kelapa yang akan digunakan disaring dengan menggunakan saringan untuk memisahkan kontaminan berupa material fisik.
3.      Masukan  air kelapa sebanyak 50 liter ke dalam panci.
4.      Rebus air kelapa sampai mendidih. Buang busa yang terbentuk selama pemanasan.
5.      Setelah mendidih tambahkan bahan-bahan pembantu gula pasir, ZA, dan  terakhir asam cuka pekat sampai larutan mencapai keasaman pH 3-4.
6.      Kemudian larutan tersebut dalam keadaan panas dituangkan ke dalam nampan yang telah disterilkan dan telah ditutup koran diikat tali karet ban.
7.      Setelah media air kelapa dingin (suhu kamar) kira-kira 7 jam, ditambahkan stater Acetobacter xylinum sebanyak 120 ml untuk tiap nampan yang berisi 1,2 liter larutan dan wadah ditutup kembali dengan koran. Inkubasi dilakukan selama 7-8 hari dalam ruangan yang telah dikondisikan suhu, kelembaban dan kebersihan lingkungannya. Ruang fermentasi diusahakan tertutup, kering dan tidak ada aktivitas orang lalu lalang. Pada saat inkubasi inilah terjadi proses fermentasi, yaitu terbentuknya lapisan nata dipermukaan media larutan.
8.      Setelah proses inkubasi selama 7-8 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Ketebalan nata dapat mencapai 1-1,5 cm. Dalam kondisi normal fermentasi selama 8 hari sudah mencapai ketebalan yang dimaksud. Nata lempeng dipisahkan dari nampan ditampung sementara dengan menggunakan ember. Media yang tidak jadi atau atau berjamur dipisahkan langsung dengan menggunakan wadah yang berbeda. Cairan nata yang tidak jadi dan tercemar jamur segera dibuang jauh dari ruang fermentasi.
9.      Sortasi atau pemisahan nata berdasarkan kualitas. Sortasi dilakukan sebelum lembaran nata tersebut dimasukan dalam wadah penampungan. Jangan mencampurkan nata yang bagus dengan yang jelek. Nata yang terkontaminsasi dengan jamur, berlubang, tipis dipisahkan sendiri. Nata yang terkontaminasi jamur dapat menjalar mengkontaminasi lebih luas. Lapisan tipis yang terdapat di lembaran nata selanjutnya dibersihkan dengan cara mengerok atau menggosok dengan kertas koran.
10.  Penyimpanan nata dalam bak atau drum plastik dengan menambahkan air kurang lebih 20% volume bak atau drum plastik tersebut.  Selama penyimpanan hindari terkena cahaya matahari secara langsung, terkontaminasi dengan bahan kimia berbahaya, kekurangan air. Dan harus sering melakukan penggantian air agar nata tetap baik. Kerusakan yang sering terjadi selama penyimpanan dalam bak penampungan adalah nata berlubang, nata mudah sobek, berjamur dan berubah warna menjadi kemerahan, bau busuk dan nata hancur menjadi air kembali. Nata yang tidak terendam selama penyimpanan, pada permukaannya ditumbuhi jamur dan akan menyebabkan kebusukan.


Peranan Bioteknologi Dalam Teknologi Pangan


Agrotekno Sarana Industri
087875885444
Jual Aneka Mikroba Untuk Industri


Mikroba adalah organisme yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang, sehingga diperlukan alat bantu untuk dapat melihatnya seperti mikroskop, lup, atau alat canggih lainnya. Mikroba berukuran sekitar seperseribu milimeter (1 mikrometer) atau bahkan kurang, walaupun ada juga yang lebih besar dari 5 mikrometer. Beberapa mikroorganisme yang dikenal meliputi jenis bakteri, jamur (kapang) dan khamir. Mikroba ada yang menguntungkan ada yang merugikan dan banyak kita jumpai di sekeliling kita. Mikroba banyak terdapat di udara yang kita hirup, makanan atau minuman yang tercemar (terkontaminasi), di permukaan kulit, mulut, hidung dan setiap lubang pada tubuh, serta pada saluran pernafasan dan pencernaan.
Sebagian mikroba dari jenis jenis bakteri dan jamur memiliki peran penting dalam proses pengolahan bahan pangan. Mikroba ini mempunyai peranan dalam proses fermentasi sehingga menghasilkan produk olahan makanan dan minuman. Beberapa peranan mikroba pada pangan yang menguntungkan terdapat pada proses pembuatan tempe, oncom, ragi roti, tape, terasi, yoghurt, tauco, kecap, dan keju. Mikroba perusak makanan adalah mikroba yang mengakibatkan kerusakan pangan seperti menimbulkan bau busuk, lendir, asam, perubahan warna, pembentukan gas dan perubahan lain yang tidak diinginkan. Bakteri dan jamur (kapang dan khamir) merupakan jenis mikroba pangan yang bermanfaat dalam proses pembuatan makanan dan minuman, terbukti dengan adanya produk olahan pangan yang sangat diminati.
Ada dua jenis mikroba dilihat dari manfaatnya, yaitu mikroba baik dan mikroba yang merugikan bagi kehidupan manusia. Berikut diuraikan mikroba yang menguntungkan dan merugikan.
A. Mikroba yang menguntungkan
Mikroba yang baik bagi manusia diantaranya adalah mikroba pangan yang membantu manusia pada proses pembuatan makanan dan minuman. Peranan mikroba dalam pembuatan berbagai makanan fermentasi sebagai pengawet sumber makanan tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling terkenal adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan yang difermentasi dengan bantuan bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas penggunaannya. Fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5,0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Berikut ini adalah beberapa jenis mikroba yang dimanfaatkan dalam teknologi pangan antara lain adalah:
a. Bakteri
Bakteri dimanfaatkan pada pembuatan makanan dan minuman melalui proses fermentasi/pemeraman. Jenis-jenis bakteri fermentasi adalah:
a.1. Lactobacillus
Bakteri ini dikenal juga dengan nama bakteri laktat terdiri dari delapan jenis yang mempunyai manfaat berbeda-beda. Diantara jenis bakteri lactobacillus yang paling dikenal adalah Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus sp. Lactobacillus bulgaricus merupakan salah satu bakteri yang berperan penting dalam pembuatan yoghurt. Yoghurt merupakan hasil olahan fermentasi dari susu. Bakteri ini hidup di dalam susu dan mengeluarkan asam laktat yang dapat mengawetkan susu dan mengurai gula susu sehingga orang yang tidak tahan dengan susu murni dapat mengonsumsi yoghurt tanpa khawatir akan menimbulkan masalah kesehatan.
Sedangkan Lactobacillus sp. biasanya digunakan untuk pembuatan terasi. Terasi biasanya terbuat dari udang kecil (rebon), ikan kecil ataupun teri. Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Rebon yang telah kering ditumbuk dan dicampur dengan bahan lain kemudian diperam selama 3-4 minggu. Selama fermentasi, protein diekstrak menjadi turunan-turunanya seperti pepton, peptida dan asam amino. Fermentasi juga menghasilkan amonia yang menyebabkan terasi berbau merangsang.
Ada beberapa jenis lactobacillus yang juga berperan dalam pembuatan kefir. Bakteri yang berperan antara lain: Lactocococcus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus kefir, Lactobacillus kefirgranum, Lactobacillus parakefir. Semua bakteri tadi merupakan bibit kefir dan berfungsi sebagai penghasil asam laktat dari laktosa. Sedangkan Lactobacillus kefiranofaciens berperan sebagai pembentuk lendir (matriks butiran kefir).
a.2. Streptococcus
Jenis bakteri streptococcus yang biasanya digunakan dalam makanan adalah Streptococcus lactis. Bakteri ini berperan dalam pembuatan mentega, keju dan yoghurt. Pada pembuatan yoghurt, bakteri streptococcus bekerjasama dengan bakteri lactobacillus. Bakteri lactobacillus berperan dalam pembentukan aroma yoghurt, sedangkan bakteri Streptococcus lactis berperan dalam pembentukan rasa yoghurt.
Pada pembuatan mentega dan keju, bakteri Streptococcus lactis diperlukan untuk menghasilkan asam laktat. Pada pembuatan keju, asam laktat dapat menghasilkan gumpalan susu berbentuk seperti tahu. Gumpalan ini kemudian dipadatkan dan diberi garam. Garam berfungsi untuk mempercepat proses pengeringan, penambah rasa dan pengawet. keju diperam untuk dimatangkan selama sekitar 4 minggu. Selama proses pemeraman inilah, citarasa dan tekstur dari keju terbentuk. a.3. Pediococcus cerevisiae
Bakteri Pediococcus sp. digunakan dalam pembuatan sosis. Tidak semua sosis dibuat melalui proses fermentasi. Sosis fermentasi dikenal dengan istilah dry sausage atau semi dry sausage. Contoh sosis jenis ini antara lain adalah Salami Sausage, Papperson Sausage, Genoa Sausage, Thurringer Sausage, Cervelat SausageChauzer Sausage. dan
a.4. Acetobacter
Jenis acetobacter yang terkenal perannya dalam pengolahan makanan adalah Acetobacter xylinum yang berperan dalam pembuatan nata de coco. Bakteri ini disebut juga dengan bibit nata. Bakteri akan membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah asam. Dalam kondisi tersebut, bakteri akan menghasilkan enzim yang dapat membentuk zat gula menjadi serat atau selulosa. Dari jutaan bakteri yang tumbuh pada air kelapa tersebut akan dihasilkan jutaan benang-benang selulosa yang akan memadat dan menjadi lembaran-lembaran putih yang disebut nata.
b. Mikroba jenis fungi
b.1. Jamur Rhyzopus oryzae
Jamur ini sangat berperan dalam pembuatan tempe. Tempe sendiri dapat dibuat dari kacang kedelai maupun bahan nabati lain yang berprotein. Pada tempe berbahan kedelai, jamur selain berfungsi untuk mengikat atau menyatukan biji kedelai juga menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna saat dikonsumsi.
b.2. Neurospora sitophila
Jamur ini berperan dalam pembuatan oncom. Oncom dapat dibuat dari kacang tanah yang ditambahkan dengan bahan makanan lain seperti bungkil tahu. Bahan-bahan tersebut dapat menjadi oncom dengan bantuan jamur oncom. Proses yang terjadi dalam pembuatan oncom hampir sama dengan pembuatan tempe.
b.3. Aspergillus wentii dan Aspergillus oryzae
Jamur-jamur ini berperan dalam pembuatan kecap dan tauco. Kecap atau tauco dibuat dari kacang kedelai. Proses pembuatannya mengalami dua tahap fermentasi. Proses fermentasi pertama, yaitu adanya peran jamur Aspergillus wentii dan Aspergillus oryzae. Protein akan diubah menjadi bentuk protein terlarut, peptida, pepton dan asam-asam amino, sedangkan karbohidrat diubah oleh aktivitas enzim amilolitik menjadi gula reduksi. Proses fermentasi kedua menghasilkan kecap atau tauco yang merupakan aktivitas bateri Lactobacillus sp. Gula yang dihasilkan pada Kecap proses fermentasi diubah menjadi komponen asam amino yang menghasilkan rasa dan aroma khas kecap.
b.4. Saccharomyces cerevisiae
Jamur ini dimanfaatkan untuk pembuatan tape, roti dan minuman beralkohol dengan cara fermentasi. Tape dibuat dari singkong atau beras ketan. Dalam pembuatan tape, mikroba berperan untuk mengubah pati menjadi gula sehingga pada awal fermentasi tape berasa manis. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat pula mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi Tape gula sederhana (glukosa). Adanya gula menyebabkan mikroba yang menggunakan sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan alkohol. Keberadaan alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi asam asetat dan menyebabkan rasa masam pada tape yang dihasilkan.
Pada pembuatan roti, fermentasi berfungsi menambah cita rasa, mengembangkan adonan roti dan membuat roti berpori. Hal ini disebabkan oleh gas CO2 yang merupakan hasil fermentasi. Roti yang dibuat menggunakan ragi memerlukan waktu fermentasi sebelum dilakukan pemanggangan. Pembuat roti harus menyimpan adonan di tempat yang hangat dan agak lembab. Keadaan lingkungan tersebut dapat memungkinkan ragi untuk berkembang biak, memproduksi karbon dioksida secara terus menerus selama proses fermentasi.
B. Mikroba yang merugikan
Mikroba perusak pangan adalah mikroba yang mengakibatkan kerusakan pada pangan seperti menimbulkan bau busuk, lendir, asam, perubahan warna, pembentukan gas dan perubahan lain yang tidak diinginkan. Ciri makanan biasanya basi atau rusak yang tampak pada kenampakan/tekstur bahan makanan dan minuman. Berikut adalah bakteri perusak makanan yang beracun dan berbahaya bagi kesehatan:
• Clostridium botulinin, penyebab racun botulinin yang terdapat pada makanan kaleng
• Pseudomonas cocovenenans, asam bongkrek pada tempe dan oncom
• Leuconostoc mesenteroides, terdapat pada makanan yang sudah berlendir

Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf



Agrotekno Sarana Industri
087875885444
Jual Formula Tepung Mocaf

Jual Tepung Mocaf Harga Rp.6000 / Kg, kapasitas produksi 5 - 10 ton per hari
A. Potensi Tanaman Singkong
           Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Manihot esculenta crantz di Indonesia dikenal dengan nama; singkong, kasepe, ketela, ubi kayu, dan dalam bahasa inggris disebut cassava. Tanaman singkong dalam sistematika tanaman termasuk kelas Dicotyledoneae, dan termasuk family Eupohorbiaceae, genus Manihot yang memiliki 7.200 spesies. Tanaman singkong merupakan tanaman perdu yang memiliki umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata diameter 2-3cm dan panjang 50–80 cm tergantung dari varietas singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau putih agak kekuningan.
    Semenjak dahulu, nenek moyang kita telah mengkonsumsi singkong sebagai makanan sumber karbohidrat. Daun singkong dapat diolah menjadi sayuran, kulit singkong dapat diolah menjadi keripik kulit singkong atau sebagai pakan ternak. Kini, umbi singkong telah diolah menjadi aneka bahan baku aneka industri seperti; tapioka, tepung mocaf, nata de cassava, gula cair, sorbitol, bioetanol, thiwul instan, dan berbagai makanan camilan banyak disukai oleh masyarakat kita seperti gethuk goring, telo cake, bapia telo, ceriping singkong, dan lain-lain. Aneka olahan singkong tersebut, telah mampu meningkatkan nilai tambah komoditas singkong.
      Melihat berbagai potensi yang dimiliki komoditas singkong untuk dikembangkan menjadi berbagai macam produk olahan, maka singkong merupakan komoditas unggulan yang layak untuk dikembangkan di Indonesia. Selain ketersediaan lahan yang luas, Indonesia juga memiliki iklim dan tanah yang cocok untuk mengembangkan komoditas singkong, terlebih lagi tanaman ini mampu tumbuh di dataran tinggi dan rendah dan tidak mengenal musim. Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk mengembangkan produk-produk berbasis singkong, karena di samping memiliki lahan yang luas tapi juga iklim yang cocok. Pengembangan produk olahan singkong akan mendukung ketahanan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
     Tanaman singkong memiliki tingkat produksi, sifat fisik dan kimia yang bervariasi menurut tingkat kesuburan yang ditinjau dari lokasi penanaman singkong. Lokasi tanam dan umur panen yang berbeda akan menghasilkan sifat fisik kimia yang berbeda. Secara umum singkong memiliki karakteristik kadar air (60,67%), berat jenis (1,15g/ml), kadar pati (35,93%), rendemen pati (18,94%), kadar air pati (8,17%), kadar amilosa (18,03%) dan amilopektin (81,97%) serta tingkat konversi pati menjadi glukosa secara enzimatis (64,92%). Pati merupakan polisakarida yang terbentuk dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Bentuk pati berupa kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan dan memiliki perbedaan bentuk dan ukuran granula tergantung pada jenis tanamannya. Selain mengandung senyawa-senyawa yang berguna bagi tubuh singkong juga mengandung senyawa glukosida yang bersifat racun dan dapat membentuk asam sianida. Singkong digolongkan berdasarkan kadar asam sianida adalah singkong manis dan singkong pahit. Singkong manis memiliki kadar sianida 40 mg per kilogram (kg) umbi yang masih segar. . Singkong merupakan produk pertanian yang mudah rusak selama dalam penyimpanan karena kandungan asam sianida (HCN). Kandungan asam sianida pada singkong menyebabkan singkong menjadi berwarna biru.
Mutu singkong akan sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, tempat tumbuh, perawatan dan pemupukan saat masa budidaya. Umur singkong yang telah siap panen kurang lebih 7- 9 bulan. Pengetahuan ini akan didapat seiring dengan pengalaman. Beberapa jenis singkong yang memiliki mutu baik antara lain singkong meni, kaporo, Marekan, Gatotkoco, kaspro, indo, adira-4, Malang-6, UJ-3, UJ-5 dan lain-lain.
B. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf
Tepung mocaf merupakan salah satu produk unggulan olahan singkong yang mampu menunjang ketahanan pangan nasional. Tepung mocaf merupakan tepung singkong yang dimodifikasi secara mikrobiawi sehingga dihasilkan tepung singkong yang memiliki kualitas baik yaitu tidak berbau singkong, lebih halus, lebih putih, tahan lama, dibandingkan dengan tepung singkong biasa atau tepung gaplek. Oleh karena itu, tepung mocaf (modified cassava flour) dapat digunakan untuk menyubstitusi tepung terigu 30-100% bergantung jenis produknya.
       Tepung terigu merupakan salah satu bahan dasar kebutuhan rumah tangga dan industri-industri makanan. Tepung terigu banyak digunakan sebagai bahan dasar berbagai macam produk olahan seperti mie, roti, kue dan berbagai aneka makanan kecil. Tepung terigu menjadi produk yang penting bagi masyarakat Indonesia, karena tepung terigu telah menjadi bahan baku yang telah banyak digunakan untuk menghasilkan berbagai macam produk-produk makanan.
      Kebutuhan tepung terigu nasional sangat tinggi, dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, namun, pasokan masih bergantung dari terigu impor. Hal ini dikarenakan Indonesia tidak mampu menghasilkan biji gandum yang merupakan bahan baku tepung terigu. Tanaman gandum merupakan tanaman substropik sehingga tidak dapat tumbuh secara optimal di Indonesia yang beriklim tropis. Oleh karena itu, kita harus menggeser pola konsumsi tepung oleh konsumen rumah tangga atau industri makanan berbahan dasar tepung terigu ke tepung mocaf yang berbahan baku singkong, meskipun tidak 100%, namun setidaknya kita dapat mengurangi konsumsi terigu impor.
      Pengembangan bahan-bahan substitusi tersebut tentu dapat mengurangi ketergantungan terhadap gandum impor, dan menghemat devisa. Tepung singkong yang dimodifikasi yang popular dengan nama tepung mocaf (modified cassava flour) sangat layak untuk dikembangkan di Indonesia. Teknik dasar pembuatan tepung mocaf adalah umbi singkong yang difermentasi secara mikrobiawi. Tepung mocaf fermentasi dengan bakteri asam laktat pertama kali ditemukan oleh Dr Achmad Subagio MAgr. Sedangkan tepung mocaf dengan teknik fermentasi menggunakan bakteri Acetobacter xylinum ditemukan oleh Emil Salim STP, alumni Teknologi Pertanian, UGM. Fermentasi dengan menggunakan Acetobacter xlinum yang merupakan bakteri asam asetat tersebut ternyata menghasilkan tepung mocaf yang lebih putih dan daya simpannya lebih lama.
      Tepung mocaf tidak memiliki kandungan gluten, oleh karena itu jika digunakan untuk menggantikan tepung terigu pada produk-produk tertentu 100% maka kualitas produk akan berbeda dari yang diharapkan. Sehingga dalam penggunaan tepung mocaf ini sebagai bahan baku pengganti terigu, komposisinya perlu disesuaikan produk yang dihasilkan sehingga tidak merubah karakteristik produk.
       Pengembangan tepung cassava modifikasi (mocaf) telah banyak memberikan manfaat khususnya bagi dunia usaha berbahan baku tepung terigu untuk menghemat biaya produksinya. Saat ini harga tepung terigu mencapai Rp.6000,- hingga Rp.8500, sedangkan harga tepung mocaf berkisar Rp.5500 – Rp.6000. Penggunaan tepung mocaf sebagai campuran bahan baku tepung terigu, dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu hingga 20-30%.
      Tingginya permintaan produk tepung di Indonesia seiring dengan berkembangnya aneka industri makanan merupakan peluang sangat besar bagi pengembangan tepung mocaf untuk menyubstitusi tepung terigu yang sudah mendominasi. Keberadaan tepung mocaf juga akan melepaskan bangsa Indonesia dari ketergantungan tepung terigu impor, sehingga kita akan lebih mandiri dalam hal kedaulatan pangan. Tepung mocaf juga telah diterima oleh para pelaku usaha berbasis tepung terigu sebagai campuran 30-70 % dan tidak menurunkan kualitas produk. Oleh karena itu, olahan singkong menjadi tepung mocaf tersebut merupakan terobosan yang sangat prospektif dikembangkan sebagai usaha yang menjanjikan, mengingat bangsa kita memiliki sektor pertanian yang sangat mendukung.
C. Teknik Produksi Tepung Mocaf
      Tepung mocaf dapat diproduksi dari semua jenis singkong, namun kita perlu untuk memililih jenis singkong yang memiliki kualitas baik yaitu memiliki kadar pati yang tinggi, rendemen yang tinggi, kadar air rendah, kulit tipis mudah dikupas, warna putih, rendah kandungan sianida-nya, dan tidak terlalu kecil. Industri tepung mocaf akan berjalan dengan baik apabila bahan baku singkong tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan serta kontiune, harga stabil dan terjangkau dibawah Rp.1000/ Kg. Masing-masing daerah di Indonesia memiliki kapasitas produksi, jenis dan tingkat harga bahan baku singkong berbeda-beda. Lokasi produksi tepung mocaf akan sangat cocok jika mendekatkan pada daerah dengan tingkat produksi singkong cukup besar, harga yang relatif murah serta kualitasnya baik.
       Untuk memproduksi tepung mocaf dalam skala besar maka sebaiknya memilih lokasi yang tepat yaitu dekat dengan bahan baku. Ketersediaan bahan baku singkong bisa dilakukan dengan membuat sistem kemitraan dengan masyarakat sekitar dimana lokasi produksi akan didirikan. Dengan sistem kemitraan tersebut terjalin hubungan yang saling menguntungkan antara petani dan produsen tepung mocaf.
     Perencanaan produksi perlu dilakukan secara matang sebelum melakukan kegiatan produksi. Perencanaan yang tidak matang bisa menyebabkan kegagalan yang fatal. Perencanaan yang perlu dianalisis secara cermat untuk persiapan produksi antara lain adalah sumber bahan baku, mesin dan alat yang dibutuhkan, jenis dan jumlah invesitasi yang diperlukan, jadwal produksi.
       Lokasi produksi untuk produksi tepung mocaf sebaiknya mendekatkan kepada bahan baku singkong, karena tidak semua daerah memiliki potensi produksi singkong yang memadai. Di samping itu, singkong juga merupakan produk pangan yang memiliki harga jual yang fluktuatif dan merupakan tanaman yang produksi panennya cukup lama yaitu kurang lebih 8-9 bulan dan masing-masing daerah juga memiliki tingkat harga yang berbeda-beda. Karena singkong merupakan bahan baku yang fital untuk produk tepung mocaf dan merupakan biaya variable terbesar, maka biaya bahan baku yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi per unit menjadi tinggi. Lokasi yang dipilih juga memungkinkan untuk dilakukan sistem kemitraan dengan para petani singkong. Selain itu, lokasi produksi harus memiliki akses jalan untuk penerimaan material bahan baku atau pengiriman produk ke pasar.
      Lokasi produksi juga mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja. Tersedianya sarana listrik, air, dan diusahakan tidak terlalu dekat dengan pemukiman. Air merupakan sarana yang penting bagi industri tepung mocaf, karena air berfungsi penting untuk perendaman pada saat proses fermentasi dan pencucian bahan baku. Di samping itu, Air juga digunakan untuk membersihkan alat-alat yang digunakan dan untuk sanitasi lokasi pabrik.
Kapasitas produksi adalah kemampuan maksimal menghasilkan produk. Penentuan kapasitas produksi berkaitan dengan target produksi yang ingin dicapai. Kapasitas produksi harus berada di atas tingkat produksi BEP (break even point) yaitu tingkat produksi dimana tidak untung dan tidak rugi. Hal ini juga terkait dengan kemampuan modal yang akan diinvestasikan. Pada buku ini, kapasitas produksi yang kita rencanakan adalah skala industri kecil.
      Setelah menentukan lokasi produksi, kapasitas produksi, maka yang perlu dipersiapkan selanjutnya adalah peralatan, bahan baku dan bahan-bahan pembantu. Kebutuhan bahan baku, bahan pembantu, alat dan mesin menyesuaikan skala industri yang direncanakan. Semakin besar skala industri yang kita rencanakan maka kita memerlukan jumlah bahan baku, bahan pembantu yang lebih besar, mesin dengan kapasitas yang lebih besar dan jumlah tenaga kerja lebih banyak. Kapasitas produksi tepung mocaf juga ditentukan oleh luas area penjemuran untuk pengeringan chip singkong. Jika luas lokasi penjemuran tidak memadai maka sebaiknya menggunakan mesin pengering. Dengan menggunakan mesin pengering ini, kita tidak ditentukan oleh ada dan tidaknya panas matahari sehingga jadwal produksi lebih terkendali.
       Selain menyiapkan bahan dan alat, sebelumnya kita juga merencanakan proses pembuatan bibit bakteri Acetobacter xylinum sesuai yang dibutuhkan. Setelah menyiapkan bibit Acetobacter xylinum sesuai dengan kebutuhan tingkat produksi yang direncanakan. Maka langkah selanjutnya yaitu dengan menyiapkan alat dan bahan baku singkong.
a. Alat yang dibutuhkan:
1. Pisau untuk mengupas kulit singkong dan memotong singkong menjadi slice.
2. Drum plastik 200 lt atau bak semen
3. Ember untuk menampung rajangan slice/chip singkong atau menampung tepung.
4. Gayung
5. Tampah / terpal untuk penjemuran
6. Mesin penepungan untuk menggiling chip singkong yang telah kering
7. Timbangan
8. Mesin Slicing / Pemotong
b. Bahan yang dibutuhkan:
1. Singkong
2. Bibit Acetobacter xylinum
3. air
Setelah alat dan bahan disiapkan, maka proses produksi tepung mocaf dapat dimulai. Tahapan produksi tepung mocaf adalah sebagai berikut:
1. Sortasi Dan Penimbangan.
Sebelum singkong diproses, disortasi terlebih dahulu untuk memisahkan singkong yang rusak dan tidak memenuhi standar mutu, kemudian setelah itu dilakukan penimbangan agar dapat diketahui berat kotor dan berat bersih sehingga dapat dianalisis total produk jadi dan dapat dihitung tingkat kegagalan.
2. Pengupasan.
Pengupasan kulit singkong dapat dengan menggunakan pisau atau mesin. Singkong yang telah dikupas sebaiknya ditampung dalam bak atau ember yang berisi air sehingga tidak menyebabkan timbulnya warna kecoklatan dan sekaligus menghilangkan asam sianida (HCN).
3. Pencucian
Setelah dikupas, kemudian singkong dicuci dengan menggunakan air bersih. Hindari penggunaan air yang mengandung kaporit atau terkontaminasi bahan kimia. Penggunaan air yang mengandung kaporit akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri fermentasi terhambat.
4. Slicing / chiping (pemotongan).
Singkong yang telah dicuci bersih kemudian dipotong-potong tipis-tipis berbentu chip berukuran kurang lebih 0.2- 0.3 cm. Pemotongan bisa secara manual dengan menggunakan pisau atau dengan menggunakan mesin slicing.
5. Fermentasi / Perendaman.
Proses fermenasi chips singkong dilakukan dengan menggunakan drum plastik yang diisi air kemudian dilarutkan bakteri Acetobacter cylinum 1 liter untuk 200-500 kg bahan baku singkong. Perendaman chip singkong diupayakan sedemikian hingga seluruh chip singkong tertutup air.
6. Pencucian.
Setelah proses fermentasi selesai kurang lebih 2-3 hari, kemudian dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan sifat asam pada chips singkong hingga tidak berasa dan tidak berbau.
7. Pengeringan / Penjemuran.
Pengeringan bisa dilakukan dengan menggunakan energi matahari. Jika panas matahari normal maka penjemuran dapat dilakukan minimal 3 hari. Penjemuran dengan menggunakan energi matahari ini memerlukan lahan yang datar, luas, lapang dan tidak terhalang oleh pepohonan. Jika kita menginginkan kapasitas besar dan tidak bergantung pada pengeringan dengan energi matahari, maka bisa dilakukan dengan mesin pengering yang kapasitas lebih cepat dan besar.
8. Penepungan.
Setelah chips singkong betul-betul kering hingga mencapai kadar air maksimal 13%, selanjutnya dapat dilakukan proses penggilingan dengan menggunakan mesin penepung.
9. Pengayakan
Pengayakan dilakukan untuk mengasilkan tepung mocaf yang lembut. Pengayakan dapat dilakukan secara manual menggunakan saringan atau dengan menggunakan mesin sehingga kapasitasnya lebih besar dan waktu yang digunakan lebih singkat dengan mesh 60-100.
10. Pengemasan.
Setelah menjadi produk tepung kemudian dikemasi sesuai ukuran yang kita kehendaki. Jenis kemasan sesuai dengan tujuan pasar, kemasan plastik umumnya digunakan untuk produk eceran, sedangkan kemasan karung umumnya pemasaran ke industri atau pedagang besar.